• Home
  • About
  • International Relations
    • Journal Articles
    • Books
  • Journalism
    • Karya Jurnalistik
  • Commentary
  • Lecture
    • Politik Luar Negeri Indonesia
    • Pengantar Hubungan Internasional
    • Bahasa Inggris Diplomasi

Jurnal Asep Setiawan

Jurnal Asep Setiawan

Tag Archives: irak

Ancaman Irak masih bayangi Kuwait

25 Tuesday Nov 2008

Posted by Setiawan in Archives, Middle East

≈ Leave a comment

Tags

irak, kuwait

   

     DALAM kajian internasional terdapat istilah yang disebut dengan lingkungan psikologis dan operasional. Yang pertama merujuk pada persepsi terhadap dunia luar baik berupa ancaman maupun peluang. Istilah kedua menerangkan soal-soal yang berkaitan dengan geografis dan posisi suatu negara serta batas-batasnya.

     Bagi Kuwait yang memperingati Hari Nasional ke-35, 25  Februari 1993  trauma Perang Teluk masih kuat membayang segenap penguasa dan rakyat. Kegembiraan setelah Irak mundur dari Kuwait diabadikan sebagai Hari Pembebasan yang jatuh tanggal 26 Februari.

     Kecemasan Kuwait tidak hanya berupa adanya bahaya invasi kedua tetapi juga sejumlah pengalaman pahit yang ditinggalkan akibat pendudukan. Misalnya tentang terbunuhnya rakyat, juga pemerkosaan para wanita dan mereka yang cedera. Sumber bahaya masih dari tempat yang sama yakni Irak. Apalagi dengan manuver militer Irak bulan Oktober lalu, makin menguatkan bahwa secara psikologis bahaya itu masih sangat dekat.

     Oleh sebab itulah sampai kini Kuwait masih tetap menyuarakan bahaya dari Irak. Seperti dijelaskan Salem G Alzamanan dari Kedutaan Besar Kuwait di Jakarta, semua Resolusi dari Dewan Keamanan PBB minta dilaksanakan sepenuhnya oleh Baghdad yang sampai sekarang dipimpin Presiden Saddam Hussein. Langkah ini merupakan jaminan keamanan yang bisa diandalkan.

     Lebih-lebih yang menyangkut tawanan perang, pampasan perang dan pengembalian kekayaan Kuwait yang dijarah tentara Irak, pemerintah Kuwait sangat menekankannya. Beberapa kali sanksi PBB terhadap Irak  diperpanjang. Pada persidangan bulan depan pun tampaknya Kuwait masih belum puas dengan kebijakan Baghdad. Alzamanan menilai pendudukan itu sebagai upaya menghapus identitas rakyat Kuwait.

     Memulihkan kepercayaan dari bahaya itu adalah dengan meningkatkan kekuatan militer baik sumber daya manusianya maupun teknologi. Berbagai mesin perang dibeli dari Barat khususnya dari Amerika Serikat, salah satu pelindung Kuwait yang saat Perang Teluk sangat berperan. Kuwait juga berusaha menjalin kerja sama lebih dekat melalui Dewan Kerja Sama Teluk (GCC=Gulf Cooperation Council).

      Dengan Gerakan Non Blok (GNB) Kuwait sangat menaruh harapan apalagi dengan kepemimpinan Indonesia. Dalam konteks hubungan bilateral dengan Indonesia, Kuwait mengharapkan nilai perdagangan tak hanya ditingkatkan sampai tiga kali lipat bahkan sepuluh kali lipat dari nilai sekarang.

     Aspek bahaya eksternal secara psikologis memang masih membayangi rakyat. Namun di sisi lain ada perkembangan menarik sesuai perang yang mengerikan itu. Rakyat dan pemerintah yang dipegang Emir Kuwait Sheikh Jaber Al Ahmed Al Jaber Al Sabah bersatu padu. Dalam konteks itu permintaan sejumlah kalangan untuk menciptakan alam yang lebih demokratis ditanggapi secara serius.

     Biasanya memang keluarga Emir memiliki kekuasaan besar dalam kebijakan pemerintah. Sebagai penguasa turun temurun mereka juga mendapatkan berbagai keistimewaan. Dalam alam yang lebih berkembang ini sejumlah rakyat meminta perbaikan sistem politik dan kembali

 

Konstitusi 1961.

     Oleh sebab itulah, sehabis perang Teluk tahun 1992 diselenggarakan pemilu secara terbuka. Kubu oposisi menduduki 31 dari 50 kursi yang diperebutkan. Bahkan suasana pers pun lebih terbuka. Singkat kata berbagai keterbukaan politik sudah mulai dijalankan walaupun tentu saja proses itu akan memakan waktu lebih banyak lagi.

                                ***

     LINGKUNGAN operasional atau geografis menempatkan Kuwait dalam posisi unik. Dalam pengertian teritorial memang kecil apalagi dibandingkan dengan Indonesia luasnya tak seberapa hanya sekitar 18.000 km persegi. Bahkan penduduknya tahun 1992 hanya 1,2 juta, banyak terusir karena Perang Teluk yang menghabiskan biaya sampai 676 milyar dollar AS.

     Namun salah satu daya tariknya adalah emas hitam. Minyak bumi saat ini tidak hanya faktor kunci dalam industri tetapi juga bernilai strategis dalam konteks militer. Pembangunan kembali instalasi minyak serta infrastruktur lainnya termasuk membuang ranjau yang menurut Alzamanan dipasang di berbagai tempat di Kuwait merupakan perkembangan menarik karena banyak proyek itu dilaksanakan negara yang membantu Kuwait.

     Ambisi Irak ke Kuwait tak terlepas dari nilai minyak ini serta akses masuk ke Teluk Persia. Irak pun masih menganggap Kuwait salah satu propinsinya. Krisis di Teluk boleh dikatakan dimulai dari pertengkaran tentang eksplorasi minyak di perbatasan dua negara. Ujung dari perselisihan itu adalah upaya Baghdad menghidupkan lagi

aspek sejarahnya yang menganggap Kuwait adalah bagian dari Irak.     Unsur kekayaan minyak ini pula yang mendorong AS dan sekutunya mengerahkan berbagai upaya untuk mengusir balik tentara Irak. Barat dan Jepang sangat menekankan pengamanan jalur minyak ini. Wilayah ini memang memiliki nilai ekonomi tinggi yakni sebagai pensuplai energi. Sejumlah kalangan di AS menganggap minyak ini adalah “darah” dari hidupnya. Oleh sebab itu siapa saja yang berusaha menguasai “darah” ini dan menentang kepentingannya maka harus disingkirkan.

     Lingkungan Kuwait secara fisik memang tidak senantiasa bermusuhan. Negara-negara yang tergabung ke dalam GCC seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arat, Bahrain dan Oman memiliki ciri-ciri hampir sama: minyak adalah faktor strategis yang tak bisa diabaikan negara mana pun. Kecuali Arab Saudi, semua anggota GCC wilayahnya kecil tapi kaya sumber daya alam. Menurut Alzamanan, persahabatan lewat GCC ini semakin dikukuhkan setelah krisis Teluk.

                                ***

     SEPERTI halnya semua negara, Kuwait memiliki cita-cita untuk menjadi negara yang sejahtera, makmur, aman dan damai. Kuwait juga menginginkan lingkungan eksternalnya stabil. Pengalaman pahit Perang Teluk memberikan pelajaran betapa ancaman perang tidak bisa hilang begitu saja. Alzamanan mengatakan, “Kami memberikan tanggapan responsif terhadap manuver militer Irak, Oktober tahun lalu agar tidak memberikan peluang sedikit pun untuk berani menyerbu.”

     Ini berarti bahwa sangat diharapkan sekali tetangganya bersahabat termasuk harapannya terhadap Irak. Seringkali dalam konteks kultur Arab, pertengkaran yang sengit dapat berubah menjadi persahabatan erat. Tidak hanya antarindividu tetapi juga antara suatu bangsa dan negara. Sedalam apa pun permusuhan itu kalau kedua pihak sudah bertekad menguburnya, maka tak ada lagi hambatan untuk memulihkan persahabatan.

     Tidak terkecuali dengan Kuwait. Walaupun sekarang bermusuhan atau katakanlah menganggap Irak sumber ancaman, mungkin suatu saat di masa depan akan tercipta suatu lingkungan bagi Kuwait yang bersahabat baik
dari sesama anggota GCC, Irak maupun Iran. Keamanan Teluk Persia memang tidak hanya bermanfaat bagi Kuwait tetapi juga negara lainnya yang jauh dari wilayah tersebut. (asep setiawan)

Kompas: 25/2/95

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

Mujahidin Khalq: Durin Hubungan Iran-Irak

25 Tuesday Nov 2008

Posted by Setiawan in Archives, Middle East

≈ Leave a comment

Tags

irak, Iran, mujahidin khalq

     SERANGAN pesawat-pesawat Iran ke pangkalan Mujahidin Khalq (Pejuang-pejuang Rakyat) di Irak waktunya bersamaan dengan masa persiapan pemilihan presiden Iran 11 Juni nanti. Oleh sebab itu alasan Teheran menggempur Mujahidin tak lain adalah meningkatnya gangguan kelompok oposisi terhadap masyarakat Iran.

     Namun serangan itu mendapat reaksi keras dari Baghdad karena dianggap melanggar perbatasan. Pesawat Iran di antaranya menggempur pangkalan Mujahidin di Ashraf, sekitar 90 kilometer dari perbatasan, di samping pangkalan di Jalula, 35 kilometer perbatasan.

     Serangan itu memperburuk hubungan kedua negara yang belum pulih akibat Perang Iran-Irak selama delapan tahun, 1980-1988. Masih terdapat sisa-sisa persoalan yang mengganjal Iran akibat perang mengerikan itu. Disusul kemudian Perang Teluk 1991, di mana Iran bersikap netral padahal Baghdad mengharapkan retorika Islam versus Barat-nya Saddam Hussein bisa mengundang Iran masuk dalam kancah perang. Nyatanya, Iran hanya mengamati perkembangan walaupun Baghdad dipukul sampai babak belur. 

     Teheran masih merasa tidak perlu terlalu berdekatan dengan Saddam. Apalagi kelompok oposisi Iran masih diberi tempat di Irak, sehingga sulit dikatakan hubungan itu akan membaik. Kini Mujahidin menjadi duri dalam hubungan Iran-Irak karena peningkatan aksi sabotase – di antaranya meledakkan pipa minyak – di Iran.

                                ***    

 

     SIAPA Mujahidin Khlaq itu ? Boleh dikatakan kelompok oposisi Mujahidin termasuk yang besar yang berbasis di Irak. Tidak seperti kelompok oposisi lain yang muncul sesudah revolusi, Mujahidin memiliki kekuatan besar baik secara militer maupun politik, sebelum revolusi.

     Beberapa pihak menyebut kelompok yang didirikan 1965 ini Islam-Marxis. Tokoh-tokoh pendiri Mujahidin di antaranya Mohammad Hanifnejad, Said Mohsen dan Ali Asqar. Pada awalnya Mujahidin mengambil tema antiimperialisme dan nasionalisme dalam ideologinya. Meskipun kelompok ini menolak disebut Islam-Marxis, mereka menerima beberapa pemikiran Marx yang dianggap seusai dengan gerakan mereka. Dalam awal pemberontakan terhadap Shah, kelompok yang jelas komunis adalah Feda’iyan Khalq.

     Jika pendukung Feda’iyan berasal dari kalangan Marxis-nya Partai Tudeh yang tergabung kedalam Front Nasional, maka pendukung Mujahidin berasal dari sayap agamawan Front Nasional dan khususnya dari Gerakan Kemerdekaan yang sejak 1961 dipimpin Mehdi Bazargan dan Ayatollah Mahmud Taleqani.

     Ideolog Mujahidin Reza’i seperti dikutip dalam Roots of Revolution (1981) karya Nikki R Keddie, menyatakan revolusi yang disodorkan Imam Shiah khususnya Ali bin Abi Thalib, Hassan dan Hussein bertujuan melawan tuan tanah feodal dan mengeksploitasi saudagar kapitalis. Bagi Reza’i, Mujahidin merupakan kewajiban setiap Muslim untuk melanjutkan perjuangan menciptakan “masyarakat tanpa kelas” dan menghancurkan semua bentuk kapitalisme, depotisme dan imperialisme.

     Beberapa aksi yang menggemparkan adalah pembunuhan pemboman Kantor Penerangan Amerika Serikat (USIS), Jenderal AU AS Harold Price, 30 Mei 1972 dan pemboman Mausoleum Shah Reza beberapa saat sebelum kunjungan Presiden Richard Nixon ke Teheran. Mereka juga membunuh sejumlah agen intel Amerika dan Iran.

     PM Rajai meringkas sikap pemerintah Iran terhadap Mujahidin dengan mengatakan, “Perbedaan ideologi diizinkan (dalam Islam) namun yan tidak diizinkan adalah menyesatkan yang lain (rakyat). Sejak Mujahidin menyesatkan rakyat dengan interpretasi (Marxis) terhadap Islam, mereka tidak bisa lagi ditoleransi dalam Republik Islam (Iran).”

     Bagaimana posisi Mujahidin di samping kelompok lainnya? Rajai membagi empat kategori kelompok politik : Muslim, simpatik, oposisi dan musuh. Partai Muslim adalah yang secara total mengikuti garis kebijakan Ayatollah Khomeini. Partai simpatisan adalah yang simpati terhadap revolusi Islam namun tidak dipandu oleh ulama walaupun diizinkan memiliki hubungan dengan pemerintah kecuali pekerjaan dan kementerian penting.

     Kelompok oposisi adalah yang menahan diri berkomplot menggulingkan pemerintah. Pihak musuh yakni yang mengangkat senjata terhadap pemerintah Islam dan berencana melakukan hal itu. Dalam kategori ini termasuk kelompok pendukung monarki, Partai Demokratik Kurdi, Komala, Fedayi Khalq, Mujahidin dan Paykar (Perjuangan) yang merupakan pecahan Mujahidin.

     Menurut Dilip Hiro dalam Iran Under The Ayatollahs (1987), anggota Mujahidin dan simpatisan umumnya berasal dari kaum muda baik pria maupun wanita dan datang dari kelas menengah tradisional seperti pedagang, pemilik toko, karyawan dan artis. Mereka tertarik keluar dari partai Islam karena ditawarkan interpretasi modern dan egaliter terhadap Islam.

     Mujahidin ini memang sudah biasa melakukan taktik gerilya berupa penyerangan terhadap tokoh-tokoh penting. Bahkan dalam daftar teratasnya, Mujahidin menempatkan pemimpin spiritual Iran Ayatollah Khamenei dan Presiden Ali Akbar Rafsanjani yang pernah menjabat Ketua Parlemen. Tahun 1982, Mujahidin dari markasnya di Paris menyatakan sejak 20 Juni 1981 mereka telah membunuh 2.000 pemimpin politik dan agama di Iran. Namun mereka mengklaim 3.000 pendukungnya dieksekusi.

     Secara konsepsional, Mujahidin juga sudah mempersiapkan 12 program di antaranya sistem dewan di semua tempat kerja dan institusi sebagai dasar demokrasi dalam masyarakat. Mereka akan menjamin kebebasan menyatakan pendapat dan keyakinan agama, mengakui minoritas etnik termasuk Kurdi.

     Dalam bidang ekonomi dijanjikan kenaikan produksi, menghapus utang petani, menawarkan bantuan teknik dan finansial kepada para petani. Dalam masalah luar negeri, mereka berjanji menghentikan hubungan dengan semua kekuatan imperialisme dan membatalkan semua perjanjian yang merugikan, kontrak-kontrak dan nasionalisasi aset asing.

                                ***

 

     SERANGAN gencar Mujahidin menjelang pemilihan presiden seperti diakui Pemerintah Iran tampaknya merupakan ulangan. Tahun 1981 karena gagal mengacaukan sistem pendidikan, mereka berkonsentrasi pada pemilihan presiden 2 Oktober 1981. Mereka ingin membangkitkan pembangkangan secara menyeluruh agar pemilu ditunda. Tanggal 27 September ratusan pendukung Mujahidin bentrok di Teheran University dengan Pengawal Revolusi. Pertarungan selama tujuh jam itu menewaskan 17 orang dan mencederai 40 lainnya. Apakah pemilihan presiden tertunda? Khomeini membalas dengan mengeksekusi 153 orang yang melawan Pengawal Revolusi.

     Kekalahan demi kekalahan dialami oleh Mujahidin dan kini melakukan gerakan dari Irak. Baghdad karena beberapa pertimbangan – di antaranya karena tidak menyukai regim sekarang – menyediakan tempat lapang bagi Mujahid
in. Pertempuran selama delapan tahun dengan Iran tentu saja tak bisa menghapuskan begitu saja dendam kalangan pemerintah Irak.

     Dari posisi Mujahidin ini dapat dikatakan menjadi duri dalam hubungan kedua negara yang bertetangga di samping masalah Kurdi dan Shiah. Duri ini memang kadang-kadang terasa seperti ketika Mujahidin melakukan sabotase besar-besaran di Iran. Namun tidak menjadi perhatian misalnya saat Perang Teluk 1991 pecah.

     Jika Irak mengasuh Mujahidin yang menentang Iran, Teheran pun berlaku serupa dengan mendukung gerakan Shiah di selatan dan memberikan tempat kepada pemimpin yang mau menggulingkan Presiden Saddam Hussein.

     Namun dalam perkembangan nanti bukan mustahil kedua pemerintah sepakat untuk memperlemah Mujahidin. Situasi ini memang masih sulit dibayangkan saat ini tetapi pendekatan baru antara kedua negara – misalnya ketika Saddam turun dari kekuasaan – bisa saja terjadi. Demi keuntungan Baghdad, bisa saja Mujahidin dikorbankan karena sebetulnya Irak dalam keadaan sulit yakni digencet dari utara oleh Kurdi – yang jadi musuh bersama Iran – serta kelompok Shiah di selatan. Dengan taktik mengurangi musuh dari timur, Baghdad dengan mudah bisa saja memulihkan hubungan dengan Iran sehingga tekanan berkurang. (Asep Setiawan)

Sumber : Kompas, 30/5/93

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

KARTU MENAKUTKAN SADDAM

10 Monday Nov 2008

Posted by Setiawan in Archives, Middle East

≈ 1 Comment

Tags

irak, mideast

 

     PASUKAN Sekutu pimpinan Amerika Serikat (AS) pada awal perang bisa menggempur Irak habis-habisan, namun Saddam Hussein masih memiliki kartu as yang menakutkan. Taktik perang yang mengerikan itu adalah membakar minyak yang membanjiri Teluk. Tindakan ini tidak hanya mengancam ekonomi dan lingkungan Teluk tetapi lebih-lebih semua rencana militer AS.

     Sebagai jawaban atas serangan sekutu ke Baghdad, Saddam masih bisa membanjiri wilayah Teluk bagian utara dengan jutaan liter minyak. Langkah ini bisa dilakukan lewat tiga tankernya yang berlabuh di pelabuhan Kuwait atau sejumlah tanker raksasa dekat

pantai.

     Banjir minyak ini dapat menahan serangan AS ke Kuwait dari laut dan menyebabkan tercemarnya laut dengan minyak. Senjata minyak lainnya yang ampuh dari Saddam adalah meledakkan ladang minyak Kuwait di laut.

     Aliran minyak yang ditumpahkan ke laut ini bila mengenai pantai dapat menimbulkan malapetaka ekonomi. Tindakan ini akan mematikan sumber listrik dan fasilitas desalinisasi air laut. Padahal fasilitas salinisasi ini menyediakan air minum bagi Arab Saudi dan sejumlah negara lain.

     Meledakkan selusin atau mungkin ratusan sumur minyak Kuwait yang jumlahnya seluruhnya mencapai 1.080. Ledakan ini akan memenuhi langit dengan asap dan jelaga. Sejumlah analis militer bependapat, panas dan asap kemungkinan membatasi presisi senjata sekalipun yang “cerdas”.

                                ***                       

     DI SAMPING itu, beberapa ilmuwan top AS khawatir bahwa jika sumur minyak terbakar untuk berapa bulan, asapnya akan menutupi muka bumi. Akibatnya, suhu menurun dan dapat mempengaruhi iklim sampai derajat yang tidak tentu. Efeknya disebutkan tidak jauh dari “musim dingin nuklir” yang diakibatkan perang nuklir.

     Jika Saddam memilih senjata-minyak ini, keberhasilannya tergantung ke arah mana angin bertiup. Atau apakah pasang naik laut menguntungkan kekuatan sekutu atau pula apakah aliran minyak dan asap dapat terhindar dari medan tempur darat atau fasilitas industri di sepanjang pantai Saudi.

     Sejumlah pejabat industri minyak menyatakan, akan sulit mempertahankan kobaran api di laut kecuali secara terus menerus membanjirinya dengan minyak mentah yang baru. Manuver militer masih memungkinkan bila jalur api ini jika cukup jauh dari pantai.

     Laporan yang sampai ke beberapa pejabat industri minyak menyebutkan, Saddam masih memakai pilihan ini untuk mencegah pendaratan pasukan amfibi di pantai Kuwait. Saddam dapat membuka kran minyak yang tersimpan di tank lalu langsung membanjiri laut dan akhirnya melemparkan api sehingga menjadi perisai api yang sulit ditembus.

     William Kirk, jenderal pensiunan AU-AS, mengemukakan angin kuat di wilayah Teluk kemungkinan akan menghapus asap tebal yang menghalangi beberapa target militer. “Saya kira hal ini akan merupakan kesia-siaan bagi Saddam,” komentarnya.

     Mantan komandan Pusat Pertahanan Udara Taktis, Mayjen Gerald Carey, berpendapat beberapa jenis senjata memang tidak dapat menembus asap tebal misalnya rudal udara-darat Maverick yang dituntun oleh panas dan unit bom GBU-15 yang dituntun gambar

televisi atau sinar inframerah. Namun sistem penuntun radar tidak semuanya terpengaruh asap.

     Sedangkan Anthony Cordesman, staf direktur anggota Kongres dana hli militer, berpendapat, membanjiri minyak untuk mencegah pendaratan pasukan amfibi “dapat efektif secara taktis.” Taktik seperti itu disebutkan dapat menghambat operasi untuk sementara sehinggga dapat memberi waktu lebih banyak kepada Saddam untuk menyusun rencana. Namun ia menambahkan, serangan AS tidak dapat terhenti hanya karena pendaratan amfibi terhambat.

     Ahli energi AS, Badolato, mengatakan membanjiri minyak untuk menghancurkan kilang minyak, fasilitas desalinisasi dan generator listrik di Saudi, Bahrain dan Qatar, penanganan tidak lebih sulit daripada menlawan tindakan teroris pro-Irak. Badolato yang juga pernah menjadi staf dalam Pemerintahan AS periode Reagan telah mendengar rencana seperti itu. Irak dapat menyiapkan aksi itu dengan melepaskan 25 juta barel minyak atau 100 kali lebih dari minyak Exxon Valdez yang tumpah di Alaska.

     “Dalam skenario terburuk mungkin saja Saddam menghancurkan (ekonomi) Teluk,” ujar Richard Golob, penerbit Bulletin Polusi Minyak. Minyak akan merusak desalinisasi air laut dan meminyaki air sehingga tidak dapat digunakan untuk mendinginkan turbin. Fasilitas industri seperti penyulingan air juga akan hancur bila tidak mendapatkan air yang baik.

     Dikatakan, jika Saddam menghancurkan sejumlah fasilitas minyak Saudi, ada potensi serangkaian banjir minyak yang lebih dari tumpahnya minyak yang pernah ada di Ixtoc I. Peristiwa terjadi di Teluk Meksiko 1979 yang menumpahkan sekitar 532 juta liter minyak.

 

                                ***

    SEBUAH kelompok lingkungan AS, Friends of the Earth, melaporlan tumpahnya minyak setelah Irak menghancurkan sejumlah kilang minyak laut Iran 1983 menyebabkan kehancuran besar-bnesar kehidupan laut di Teluk. Secara temporer pula menghancurkan industri udang. Tempat desalinisasi air terbesar juga ditutup untuk beberapa hari.

     Ketidakpastian lebih besar datang dari efek atmosfir dari terbakarnya sumur minyak Kuwait yang tidak terkontrol. Potensi kebakarannya bisa memakan waktu berbulan-bulan. Ilmuwan AS terkemuka, termasuk Carl Sagan dari Unicersitas Cornel dan Richard Turco dan Brain Toon dari Pusat Penelitian Ames NASA, menaruh perhatian pula atas pencemaran di Teluk.

     Dalam studi pendahuluan oleh ilmuwan Eropa dan Yordania disimpulkan bahwa asap raksasa yang tebal dapat naik ke atmosfir dan menyebabkan perubahan temperatur. Sejumlah ilmuwan yakin efek dari angin moonson di India dan Asia Tenggara dan bahkan dapat menurunkan suhu di Amerika Utara.

     Sagan, salah seorang pencetus teori “musim dingin nuklir” mengatakan, efeknya dapat disamakan dengan ledakan gunung berapi Tambora di Indonesia 1815 yang disusul dengan “tahun tanpa musim kemarau”di tahun 1816 ketika New Engladn (AS) suhunya membeku dari Maret sampai Agustus.   

     Taktik Saddam yang mengerikan ini memang akan membakar Teluk bagian utara. Tidak ada lagi air laut selain lautan api. Senjata berbahaya ini masih menjadi salah satu pilihan. Menjadi bahan pertanyaan apakah Saddam mau menggunakan taktik ini demi mempertahankan wilayah Kuwait.

     Berdasarkan tindak tanduk politik dan militer Saddam agaknya terlalu gegabah untuk menyatakan mustahil ia melancarkan senjata minyak ini. Apalagi dengan pemboman bertubi-tubi dari pasukan sekutu yang jelas akan melumpuhkan pusat komando dan komunikasi maka, taktik ini menjadi salah satu pilihan utama.

     Saddam menjanjikan perang yang panjang. Ia tampak tidak akan menyerah seketika, kecuali AB-Irak sudah jenuh dan membangkang. Membakar ladang minyak juga akan sulit memulihkan Kuwait bila telah diduduki oleh pasukan Sekutu. Belum lagi efek ekonominya yang mengundang meroketnya harga minyak, asuransi dan gangguan ekonomi dunia.

 

KOMPAS, Sabtu, 19-01-1991.

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

Recent Posts

  • An Analysis of Current Indo-Pacific Dynamics
  • Challenges Faced by Journalism
  • Role of Indonesia in Shaping Indo-Pacific
  • In Seeking Global Supremacy in Technology: A Case of Rivalry The US-China
  • Ninik Rahayu dan Asep Setiawan Lengkapi Kepengurusan Dewan Pers 2022-2025

Archives

Categories

My Tweets

Pages

  • About
  • Bahasa Inggris Diplomasi
  • Karya Jurnalistik
  • My Books
  • Pengantar Hubungan Internasional
  • Politik Luar Negeri Indonesia

Create a website or blog at WordPress.com

  • Follow Following
    • Jurnal Asep Setiawan
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • Jurnal Asep Setiawan
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
%d bloggers like this: