• Home
  • About
  • International Relations
    • Journal Articles
    • Books
  • Journalism
    • Karya Jurnalistik
  • Commentary
  • Lecture
    • Politik Luar Negeri Indonesia
    • Pengantar Hubungan Internasional
    • Bahasa Inggris Diplomasi

Jurnal Asep Setiawan

Jurnal Asep Setiawan

Tag Archives: Iran

Mujahidin Khalq: Durin Hubungan Iran-Irak

25 Tuesday Nov 2008

Posted by Setiawan in Archives, Middle East

≈ Leave a comment

Tags

irak, Iran, mujahidin khalq

     SERANGAN pesawat-pesawat Iran ke pangkalan Mujahidin Khalq (Pejuang-pejuang Rakyat) di Irak waktunya bersamaan dengan masa persiapan pemilihan presiden Iran 11 Juni nanti. Oleh sebab itu alasan Teheran menggempur Mujahidin tak lain adalah meningkatnya gangguan kelompok oposisi terhadap masyarakat Iran.

     Namun serangan itu mendapat reaksi keras dari Baghdad karena dianggap melanggar perbatasan. Pesawat Iran di antaranya menggempur pangkalan Mujahidin di Ashraf, sekitar 90 kilometer dari perbatasan, di samping pangkalan di Jalula, 35 kilometer perbatasan.

     Serangan itu memperburuk hubungan kedua negara yang belum pulih akibat Perang Iran-Irak selama delapan tahun, 1980-1988. Masih terdapat sisa-sisa persoalan yang mengganjal Iran akibat perang mengerikan itu. Disusul kemudian Perang Teluk 1991, di mana Iran bersikap netral padahal Baghdad mengharapkan retorika Islam versus Barat-nya Saddam Hussein bisa mengundang Iran masuk dalam kancah perang. Nyatanya, Iran hanya mengamati perkembangan walaupun Baghdad dipukul sampai babak belur. 

     Teheran masih merasa tidak perlu terlalu berdekatan dengan Saddam. Apalagi kelompok oposisi Iran masih diberi tempat di Irak, sehingga sulit dikatakan hubungan itu akan membaik. Kini Mujahidin menjadi duri dalam hubungan Iran-Irak karena peningkatan aksi sabotase – di antaranya meledakkan pipa minyak – di Iran.

                                ***    

 

     SIAPA Mujahidin Khlaq itu ? Boleh dikatakan kelompok oposisi Mujahidin termasuk yang besar yang berbasis di Irak. Tidak seperti kelompok oposisi lain yang muncul sesudah revolusi, Mujahidin memiliki kekuatan besar baik secara militer maupun politik, sebelum revolusi.

     Beberapa pihak menyebut kelompok yang didirikan 1965 ini Islam-Marxis. Tokoh-tokoh pendiri Mujahidin di antaranya Mohammad Hanifnejad, Said Mohsen dan Ali Asqar. Pada awalnya Mujahidin mengambil tema antiimperialisme dan nasionalisme dalam ideologinya. Meskipun kelompok ini menolak disebut Islam-Marxis, mereka menerima beberapa pemikiran Marx yang dianggap seusai dengan gerakan mereka. Dalam awal pemberontakan terhadap Shah, kelompok yang jelas komunis adalah Feda’iyan Khalq.

     Jika pendukung Feda’iyan berasal dari kalangan Marxis-nya Partai Tudeh yang tergabung kedalam Front Nasional, maka pendukung Mujahidin berasal dari sayap agamawan Front Nasional dan khususnya dari Gerakan Kemerdekaan yang sejak 1961 dipimpin Mehdi Bazargan dan Ayatollah Mahmud Taleqani.

     Ideolog Mujahidin Reza’i seperti dikutip dalam Roots of Revolution (1981) karya Nikki R Keddie, menyatakan revolusi yang disodorkan Imam Shiah khususnya Ali bin Abi Thalib, Hassan dan Hussein bertujuan melawan tuan tanah feodal dan mengeksploitasi saudagar kapitalis. Bagi Reza’i, Mujahidin merupakan kewajiban setiap Muslim untuk melanjutkan perjuangan menciptakan “masyarakat tanpa kelas” dan menghancurkan semua bentuk kapitalisme, depotisme dan imperialisme.

     Beberapa aksi yang menggemparkan adalah pembunuhan pemboman Kantor Penerangan Amerika Serikat (USIS), Jenderal AU AS Harold Price, 30 Mei 1972 dan pemboman Mausoleum Shah Reza beberapa saat sebelum kunjungan Presiden Richard Nixon ke Teheran. Mereka juga membunuh sejumlah agen intel Amerika dan Iran.

     PM Rajai meringkas sikap pemerintah Iran terhadap Mujahidin dengan mengatakan, “Perbedaan ideologi diizinkan (dalam Islam) namun yan tidak diizinkan adalah menyesatkan yang lain (rakyat). Sejak Mujahidin menyesatkan rakyat dengan interpretasi (Marxis) terhadap Islam, mereka tidak bisa lagi ditoleransi dalam Republik Islam (Iran).”

     Bagaimana posisi Mujahidin di samping kelompok lainnya? Rajai membagi empat kategori kelompok politik : Muslim, simpatik, oposisi dan musuh. Partai Muslim adalah yang secara total mengikuti garis kebijakan Ayatollah Khomeini. Partai simpatisan adalah yang simpati terhadap revolusi Islam namun tidak dipandu oleh ulama walaupun diizinkan memiliki hubungan dengan pemerintah kecuali pekerjaan dan kementerian penting.

     Kelompok oposisi adalah yang menahan diri berkomplot menggulingkan pemerintah. Pihak musuh yakni yang mengangkat senjata terhadap pemerintah Islam dan berencana melakukan hal itu. Dalam kategori ini termasuk kelompok pendukung monarki, Partai Demokratik Kurdi, Komala, Fedayi Khalq, Mujahidin dan Paykar (Perjuangan) yang merupakan pecahan Mujahidin.

     Menurut Dilip Hiro dalam Iran Under The Ayatollahs (1987), anggota Mujahidin dan simpatisan umumnya berasal dari kaum muda baik pria maupun wanita dan datang dari kelas menengah tradisional seperti pedagang, pemilik toko, karyawan dan artis. Mereka tertarik keluar dari partai Islam karena ditawarkan interpretasi modern dan egaliter terhadap Islam.

     Mujahidin ini memang sudah biasa melakukan taktik gerilya berupa penyerangan terhadap tokoh-tokoh penting. Bahkan dalam daftar teratasnya, Mujahidin menempatkan pemimpin spiritual Iran Ayatollah Khamenei dan Presiden Ali Akbar Rafsanjani yang pernah menjabat Ketua Parlemen. Tahun 1982, Mujahidin dari markasnya di Paris menyatakan sejak 20 Juni 1981 mereka telah membunuh 2.000 pemimpin politik dan agama di Iran. Namun mereka mengklaim 3.000 pendukungnya dieksekusi.

     Secara konsepsional, Mujahidin juga sudah mempersiapkan 12 program di antaranya sistem dewan di semua tempat kerja dan institusi sebagai dasar demokrasi dalam masyarakat. Mereka akan menjamin kebebasan menyatakan pendapat dan keyakinan agama, mengakui minoritas etnik termasuk Kurdi.

     Dalam bidang ekonomi dijanjikan kenaikan produksi, menghapus utang petani, menawarkan bantuan teknik dan finansial kepada para petani. Dalam masalah luar negeri, mereka berjanji menghentikan hubungan dengan semua kekuatan imperialisme dan membatalkan semua perjanjian yang merugikan, kontrak-kontrak dan nasionalisasi aset asing.

                                ***

 

     SERANGAN gencar Mujahidin menjelang pemilihan presiden seperti diakui Pemerintah Iran tampaknya merupakan ulangan. Tahun 1981 karena gagal mengacaukan sistem pendidikan, mereka berkonsentrasi pada pemilihan presiden 2 Oktober 1981. Mereka ingin membangkitkan pembangkangan secara menyeluruh agar pemilu ditunda. Tanggal 27 September ratusan pendukung Mujahidin bentrok di Teheran University dengan Pengawal Revolusi. Pertarungan selama tujuh jam itu menewaskan 17 orang dan mencederai 40 lainnya. Apakah pemilihan presiden tertunda? Khomeini membalas dengan mengeksekusi 153 orang yang melawan Pengawal Revolusi.

     Kekalahan demi kekalahan dialami oleh Mujahidin dan kini melakukan gerakan dari Irak. Baghdad karena beberapa pertimbangan – di antaranya karena tidak menyukai regim sekarang – menyediakan tempat lapang bagi Mujahid
in. Pertempuran selama delapan tahun dengan Iran tentu saja tak bisa menghapuskan begitu saja dendam kalangan pemerintah Irak.

     Dari posisi Mujahidin ini dapat dikatakan menjadi duri dalam hubungan kedua negara yang bertetangga di samping masalah Kurdi dan Shiah. Duri ini memang kadang-kadang terasa seperti ketika Mujahidin melakukan sabotase besar-besaran di Iran. Namun tidak menjadi perhatian misalnya saat Perang Teluk 1991 pecah.

     Jika Irak mengasuh Mujahidin yang menentang Iran, Teheran pun berlaku serupa dengan mendukung gerakan Shiah di selatan dan memberikan tempat kepada pemimpin yang mau menggulingkan Presiden Saddam Hussein.

     Namun dalam perkembangan nanti bukan mustahil kedua pemerintah sepakat untuk memperlemah Mujahidin. Situasi ini memang masih sulit dibayangkan saat ini tetapi pendekatan baru antara kedua negara – misalnya ketika Saddam turun dari kekuasaan – bisa saja terjadi. Demi keuntungan Baghdad, bisa saja Mujahidin dikorbankan karena sebetulnya Irak dalam keadaan sulit yakni digencet dari utara oleh Kurdi – yang jadi musuh bersama Iran – serta kelompok Shiah di selatan. Dengan taktik mengurangi musuh dari timur, Baghdad dengan mudah bisa saja memulihkan hubungan dengan Iran sehingga tekanan berkurang. (Asep Setiawan)

Sumber : Kompas, 30/5/93

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

Iran Alami Perubahan Penting

25 Tuesday Nov 2008

Posted by Setiawan in Archives, Middle East

≈ Leave a comment

Tags

Iran, Timur Tengah

 

     REVOLUSI yang melanda Iran telah mentransformasikan negeri ini ari negeri yang berorientasi Barat menjadi Republik Islam Iran. Sistem politik Iran berubah seratus delapan puluh derajat dari sekuler menjadi religius. Munculnya Iran menjadi salah satu negara Islam dan penentang paling keras Amerika Serikat telah mengegerkan dunia.

     Setelah romantisme revolusi lewat diiringi letupan di dalam negeri, Iran semakin rasional menghadapi kenyataan di sekelilingnya. Emosi revolusi kini diganti dengan napas tenang pembangunan. Perang delapan tahun dengan Irak, persaingan kekuasaan serta salah urus dalam soal ekonomi sudah menjadi kenangan silam.

     Isu-isu ideologis tampaknya tidak terlalu dominan lagi, diganti dengan isu rekonstruksi Iran. Bahkan isu ideologis dengan slogan ekspor revolusi tidak lagi membuat negeri tetangganya meringis. Iran di bawah Presiden Rafsanjani mulai menoleh pada perbaikan hubungan baik dengan negara muslim di Timur Tengah maupun Barat. Kunjungan ke Suriah dan Arab Saudi baru-baru ini mengisyaratkan perubahan itu.

     Para pendukung Rafsanjani memang tidak melupakan aspek ideologis kebangkitan Islam Syiah di Iran, tetapi mereka kini bertekad mengurangi isolasi dunia dan membawa Iran ke pentas dunia sebagai kekuatan politik yang perlu diperhitungkan. Sisa pendukung

hingar bingar revolusi masih ada tetapi situasi umum memperlihatkan perhatian mendalam dalam soal sosial, ekonomi dan pembangunan.

                                ***

    

     BEBERAPA pejabat Iran menyangkal pandangan luar bahwa revolusi telah kehilangan bahan bakarnya. “Semangat revolusi berlanjut khususnya di kalangan generasi muda tetapi dengan bentuk lebih logis,” kata Ali Asghar Faramarzian, Dirjen Urusan Pers Asing di Ministry of Islamic Guidance.

     Namun sejumlah penduduk, pejabat dan diplomat dan pengusaha asing, seperti ditulis Judith Miller dalam International Herald Tribune, mengemukakan, mereka mencium adanya perubahan-perubahan penting.    

     Mereka mencontohkan sikap terbuka Iran terahadap Barat dalam soal politik luar negeri. Hal ini juga berlangsung dalam upaya rasionalisasi dan swastanisasi sektor-sektor kunci ekonomi. Rafsanjani di satu sisi sedang menggeser tekanan politik dan ideologi dalam soal kenegaraan. Rafsanjani yang diangkat sebagai presiden 28 Juli 1989 mendorong pragmatisme dalam arti positif dan kepentingan nasional untuk mengelola negeri yang berpenduduk sekitar 55 juta ini.

     “Revolusi ini akhirnya selesai,” komentar seorang diplomat. “Revolusi telah berlalu sebulan lampau ketika Irak membom kota suci Irak di Najaf dan Karbala, kota suci Syiah, tanpa rekasi Iran. Revolusi telah berakhir ketika Irak mulai membantai masyarakat Syiah

Irak tanpa satupun protes dari Iran. Revolusi telah selesai saat menghentikan ekspor revolusi Islam dan mengkonsentrasikan pada pembangunan dalam negeri.”    

     Namun demikian perubahan di Iran bukanlah soal yang gampang. Hal ini diakui pula oleh kaum profesional Iran dan diplomatnya. Kekerasan revolusi masih berada di bawah permukaan. Kaum radikal telah kehilangan kekuasaan tetapi mereka memiliki kekuasaan

untuk membawa kaum militan turun ke jalan dan menggalang kekuatan di parlemen yang beranggotakan 270 orang.

     Dua bulan lalu, sebagai contoh, parlemen mengecam Menteri Kesehatan Iraj Fazel karena menggantikan tokoh militan Islam di Universitas Teheran. Kecaman parlemen ini menyebabkan Rafsanjani mencopot Fazel dari jabatannya. Akan dengan tetapi dengan cerdik Rafsanjani menggantikannya dengan murid Fazel yang bahkan disebutkan lebih liberal dari gurunya. Sepekan kemudian, Presiden Rafsanjani menunjuk Fazel untuk duduk di Akademi Ilmu Pengetahuan.

     Meksipun sejumlah isyarat memperlihatkan adanya persaingan kekuasaan, akan tetapi kebanyakan pengamat sepakat bahwa Rafsanjani mampu mengkonsoliasikan kekuatan.

     “Ia bisa berkuasa selama satu dekade, dua tugas pentingnya adalah merekonstruksi dan mereformasi Iran,” pendapat seorang diplomat. “Jika ia tidak melakukannya, meskipun Iran memiliki peradaban tinggi, tenaga kerja banyak dan kekayaan minyak, akan menjadi Pakistan atau Mesir.”

     Sejauh ini yang masih mampu berkuasa merembes ke segala bidang adalah Komiteh, kekuatan kemanan dalam negeri yang dibentuk setelah Revolusi 1979. Komiteh ini adalah untuk menjamin pelaksanaan hukum Islam. Suatu badan yang sama dibentuk di Arab Saudi dengan tugas mengawasi jalannya hukum Islam. Sejauh ini tidak ada kontradiksi dalam soal tersebut.

     Foto Ayatollah Khomeini, arsitek Revolusi Islam Iran, yang pernah muncul dimana-mana kini lenyap di sebagian besar tempat kecuali di gedung-gedung pemerintah. Radio juga telah menghapus acara rutin “Kata-kata dan petuah Imam Khomeini”yang disiarkan

setiap berita berita malam. Khomeini meninggal dunia 4 Juni 1989, kini setiap tahun kerapkali diadakan peringatan wafatnya tokoh besar Iran ini.

     Kaum wanita masih diperintahkan mengenakan jilbab yang menutup rambut dan seluruh tubuh. Akan tetapi toko kosmetik, dua blok dari Ministry of Islamic Guidance, masih tetap ramai dikunjungi pembeli meskipun dalam faktanya pemakaian kosmetik secara resmi tidak disukai.

                                ***

    

     DAPAT dicatat di sini sejumlah kebijakan yang diambil Rafsanjani yang memperlihatkan lebih jauh profil dirinya sebagai pembawa angin baru dalam Iran. Ia telah memulihkan hubungan dengan sejumlah negara Eropa dan menangani masalah yang sangat penting yakni hubungan dengan Washington. Kini hubungan dengan Perancis makin diperkuat.

     Beberapa pekan lalu Iran menerima Menlu Italia Gianni De Michelis, menlu pertama yang berkunjung ke Iran sejak Revolusi 1979. Setelah memulihkan hubungan dengan Inggris Desember lalu, Iran baru-baru ini membebaskan Roger Cooper, pengusaha Inggris yang ditahan selama lima tahun karena kasus spionase.

     Di samping itu Rafsanjani telah memulihkan hubungan dengan sejumlah negara yang tergabung dalam koalisi pimpinan AS saat Perang Teluk seperti  Kuwait, Persatuan Emirat Arab, Qatar, Mesir dan bahkan dengan Arab Saudi.

     Rafsanjani bahkan meluaskan hubungannya dengan berkunjung ke Suriah. Presiden Suriah Hafezz Assad memberi jaminan Iran akan diikutsertakan dalam pengaturan keamanan di Timur Tengah. Semula Iran memang dikucilkan namun karena sikapnya yang netral selama Perang Teluk dan ofensif diplomatiknya, pengaruhnya akan m
embesar dalam pengaturan keamanan Timur Tengah.

     Bank Dunia baru-baru ini menyetujui pinjaman 200 juta dollar, pinjaman pertama yang diterima Iran setelah Revolusi Iran. Bantuan ini ditujukan untuk memperbaiki kerusakan infrastruktur akibat gempa

bumi tahun lalu.

     Sejumlah soal yang berkaitan tak langsung dengan AS dicairkan. Iran misalnya mendesak milisi Hizbullah untuk membebaskan sandera Barat yang masih ditahan di Lebanon. Selama Perang Teluk Iran menjamin akan mentaati Resolusi DK-PBB. Namun Teheran menyatakan oposisi terhadap kehadiran pasukan koalisi di Teluk.

     Tim ekonomi Rafsanjani secara terbuka bertanggung jawab atas swastanisasi, liberalisasi dan rasionalisasi, demikian pendapat Mohammad Hussein Adeli, Direktur Bank Sentral Iran.

     Di dalam negeri, Rafsanjani juga berupaya menggabungkan Komite dengan polisi reguler. Ia juga menyatukan Pengawal Revolusi Iran dengan tentara reguler. Rafsanjani berupaya menghapus dualisme fungsi pemerintahan yang membuat birokrasi menjadi panjang. Ia juga mengurangi sejumlah ulama di beberapa pos sensitif dan di sektor

kunci ekonomi. Mereka digantikan dengan teknokrat dn kelompok profesional.

     Lebih dari satu dekade setelah Revolusi yang menjatuhkan Shah Reza Pahlevi, Iran memang mengalami perubahan penting. Sikapnya semakin terbuka dan pergaulan internasionalnya mulai meluas. Sejumlah wartawan asing dari Barat seperti CNN atau NBC dapat menayangkan kehidupan sehari-hari Iran.    

     Perubahan-perubahan penting ini akan membuat Iran semakin kuat dalam peranan regional dan internasionalnya. Bahkan sesungguhnya kekuatan di Timur Tengah dalam dekade mendatang mungkin akan terletak di tangan Iran. Irak yang hancur karena Perang Teluk dan dicurigai Barat membutuhkan waktu lama untuk mengejar ketinggalannya. Situasi ini memberi peluang bagi Iran untuk tampil lagi sebagai kekuatan politik yang matang. (Asep Setiawan sumber IHT dan Bangkok Post)

 

 Sumber: Kompas 5/5/1991

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

IRAN ALAMI PERUBAHAN PENTING

10 Monday Nov 2008

Posted by Setiawan in Archives, Middle East

≈ Leave a comment

Tags

Iran

     REVOLUSI yang melanda Iran telah mentransformasikan negeri ini ari negeri yang berorientasi Barat menjadi Republik Islam Iran. Sistem politik Iran berubah seratus delapan puluh derajat dari sekuler menjadi religius. Munculnya Iran menjadi salah satu negara Islam dan penentang paling keras Amerika Serikat telah mengegerkan dunia.

     Setelah romantisme revolusi lewat diiringi letupan di dalam negeri, Iran semakin rasional menghadapi kenyataan di sekelilingnya. Emosi revolusi kini diganti dengan napas tenang pembangunan. Perang delapan tahun dengan Irak, persaingan kekuasaan serta salah urus dalam soal ekonomi sudah menjadi kenangan silam.

     Isu-isu ideologis tampaknya tidak terlalu dominan lagi, diganti dengan isu rekonstruksi Iran. Bahkan isu ideologis dengan slogan ekspor revolusi tidak lagi membuat negeri tetangganya meringis. Iran di bawah Presiden Rafsanjani mulai menoleh pada perbaikan hubungan baik dengan negara muslim di Timur Tengah maupun Barat. Kunjungan ke Suriah dan Arab Saudi baru-baru ini mengisyaratkan perubahan itu.

     Para pendukung Rafsanjani memang tidak melupakan aspek ideologis kebangkitan Islam Syiah di Iran, tetapi mereka kini bertekad mengurangi isolasi dunia dan membawa Iran ke pentas dunia sebagai kekuatan politik yang perlu diperhitungkan. Sisa pendukung

hingar bingar revolusi masih ada tetapi situasi umum memperlihatkan perhatian mendalam dalam soal sosial, ekonomi dan pembangunan.

                                ***

    

     BEBERAPA pejabat Iran menyangkal pandangan luar bahwa revolusi telah kehilangan bahan bakarnya. “Semangat revolusi berlanjut khususnya di kalangan generasi muda tetapi dengan bentuk lebih logis,” kata Ali Asghar Faramarzian, Dirjen Urusan Pers Asing di Ministry of Islamic Guidance.

     Namun sejumlah penduduk, pejabat dan diplomat dan pengusaha asing, seperti ditulis Judith Miller dalam International Herald Tribune, mengemukakan, mereka mencium adanya perubahan-perubahan penting.    

     Mereka mencontohkan sikap terbuka Iran terahadap Barat dalam soal politik luar negeri. Hal ini juga berlangsung dalam upaya rasionalisasi dan swastanisasi sektor-sektor kunci ekonomi. Rafsanjani di satu sisi sedang menggeser tekanan politik dan ideologi dalam soal kenegaraan. Rafsanjani yang diangkat sebagai presiden 28 Juli 1989 mendorong pragmatisme dalam arti positif dan kepentingan nasional untuk mengelola negeri yang berpenduduk sekitar 55 juta ini.

     “Revolusi ini akhirnya selesai,” komentar seorang diplomat. “Revolusi telah berlalu sebulan lampau ketika Irak membom kota suci Irak di Najaf dan Karbala, kota suci Syiah, tanpa rekasi Iran. Revolusi telah berakhir ketika Irak mulai membantai masyarakat Syiah

Irak tanpa satupun protes dari Iran. Revolusi telah selesai saat menghentikan ekspor revolusi Islam dan mengkonsentrasikan pada pembangunan dalam negeri.”    

     Namun demikian perubahan di Iran bukanlah soal yang gampang. Hal ini diakui pula oleh kaum profesional Iran dan diplomatnya. Kekerasan revolusi masih berada di bawah permukaan. Kaum radikal telah kehilangan kekuasaan tetapi mereka memiliki kekuasaan

untuk membawa kaum militan turun ke jalan dan menggalang kekuatan di parlemen yang beranggotakan 270 orang.

     Dua bulan lalu, sebagai contoh, parlemen mengecam Menteri Kesehatan Iraj Fazel karena menggantikan tokoh militan Islam di Universitas Teheran. Kecaman parlemen ini menyebabkan Rafsanjani mencopot Fazel dari jabatannya. Akan dengan tetapi dengan cerdik Rafsanjani menggantikannya dengan murid Fazel yang bahkan disebutkan lebih liberal dari gurunya. Sepekan kemudian, Presiden Rafsanjani menunjuk Fazel untuk duduk di Akademi Ilmu Pengetahuan.

     Meksipun sejumlah isyarat memperlihatkan adanya persaingan kekuasaan, akan tetapi kebanyakan pengamat sepakat bahwa Rafsanjani mampu mengkonsoliasikan kekuatan.

     “Ia bisa berkuasa selama satu dekade, dua tugas pentingnya adalah merekonstruksi dan mereformasi Iran,” pendapat seorang diplomat. “Jika ia tidak melakukannya, meskipun Iran memiliki peradaban tinggi, tenaga kerja banyak dan kekayaan minyak, akan menj
adi Pakistan atau Mesir.”

     Sejauh ini yang masih mampu berkuasa merembes ke segala bidang adalah Komiteh, kekuatan kemanan dalam negeri yang dibentuk setelah Revolusi 1979. Komiteh ini adalah untuk menjamin pelaksanaan hukum Islam. Suatu badan yang sama dibentuk di Arab Saudi dengan tugas mengawasi jalannya hukum Islam. Sejauh ini tidak ada kontradiksi dalam soal tersebut.

     Foto Ayatollah Khomeini, arsitek Revolusi Islam Iran, yang pernah muncul dimana-mana kini lenyap di sebagian besar tempat kecuali di gedung-gedung pemerintah. Radio juga telah menghapus acara rutin “Kata-kata dan petuah Imam Khomeini”yang disiarkan

setiap berita berita malam. Khomeini meninggal dunia 4 Juni 1989, kini setiap tahun kerapkali diadakan peringatan wafatnya tokoh besar Iran ini.

     Kaum wanita masih diperintahkan mengenakan jilbab yang menutup rambut dan seluruh tubuh. Akan tetapi toko kosmetik, dua blok dari Ministry of Islamic Guidance, masih tetap ramai dikunjungi pembeli meskipun dalam faktanya pemakaian kosmetik secara resmi tidak disukai.

                                ***

    

     DAPAT dicatat di sini sejumlah kebijakan yang diambil Rafsanjani yang memperlihatkan lebih jauh profil dirinya sebagai pembawa angin baru dalam Iran. Ia telah memulihkan hubungan dengan sejumlah negara Eropa dan menangani masalah yang sangat penting yakni hubungan dengan Washington. Kini hubungan dengan Perancis makin diperkuat.

     Beberapa pekan lalu Iran menerima Menlu Italia Gianni De Michelis, menlu pertama yang berkunjung ke Iran sejak Revolusi 1979. Setelah memulihkan hubungan dengan Inggris Desember lalu, Iran baru-baru ini membebaskan Roger Cooper, pengusaha Inggris yang ditahan selama lima tahun karena kasus spionase.

     Di samping itu Rafsanjani telah memulihkan hubungan dengan sejumlah negara yang tergabung dalam koalisi pimpinan AS saat Perang Teluk seperti  Kuwait, Persatuan Emirat Arab, Qatar, Mesir dan bahkan dengan Arab Saudi.

     Rafsanjani bahkan meluaskan hubungannya dengan berkunjung ke Suriah. Presiden Suriah Hafezz Assad memberi jaminan Iran akan diikutsertakan dalam pengaturan keamanan di Timur Tengah. Semula Iran memang dikucilkan namun karena sikapnya yang netral selama Perang Teluk dan ofensif diplomatiknya, pengaruhnya akan membesar dalam pengaturan keamanan Timur Tengah.

     Bank Dunia baru-baru ini menyetujui pinjaman 200 juta dollar, pinjaman pertama yang diterima Iran setelah Revolusi Iran. Bantuan ini ditujukan untuk memperbaiki kerusakan infrastruktur akibat gempa

bumi tahun lalu.

     Sejumlah soal yang berkaitan tak langsung dengan AS dicairkan. Iran misalnya mendesak milisi Hizbullah untuk membebaskan sandera Barat yang masih ditahan di Lebanon. Selama Perang Teluk Iran menjamin akan mentaati Resolusi DK-PBB. Namun Teheran menyatakan oposisi terhadap kehadiran pasukan koalisi di Teluk.

     Tim ekonomi Rafsanjani secara terbuka bertanggung jawab atas swastanisasi, liberalisasi dan rasionalisasi, demikian pendapat Mohammad Hussein Adeli, Direktur Bank Sentral Iran.

     Di dalam negeri, Rafsanjani juga berupaya menggabungkan Komite dengan polisi reguler. Ia juga menyatukan Pengawal Revolusi Iran dengan tentara reguler. Rafsanjani berupaya menghapus dualisme fungsi pemerintahan yang membuat birokrasi menjadi panjang. Ia juga mengurangi sejumlah ulama di beberapa pos sensitif dan di sektor

kunci ekonomi. Mereka digantikan dengan teknokrat dn kelompok profesional.

     Lebih dari satu dekade setelah Revolusi yang menjatuhkan Shah Reza Pahlevi, Iran memang mengalami perubahan penting. Sikapnya semakin terbuka dan pergaulan internasionalnya mulai meluas. Sejumlah wartawan asing dari Barat seperti CNN atau NBC dapat menayangkan kehidupan sehari-hari Iran.    

     Perubahan-perubahan penting ini akan membuat Iran semakin kuat dalam peranan regional dan internasionalnya. Bahkan sesungguhnya kekuatan di Timur Tengah dalam dekade mendatang mungkin akan terletak di tangan Iran. Irak yang hancur karena Perang Teluk dan dicurigai Barat membutuhkan waktu lama untuk mengejar ketinggalannya. Situasi ini memberi peluang bagi Iran untuk tampi
l lagi sebagai kekuatan politik yang matang. (Asep Setiawan sumber IHT dan Bangkok Post)

 

Foto :

SENYUM DIPLOMATIS – Presiden Iran Hashemi Rafsanjani memberikan

senyuman diplomatis kepada Presiden Suriah Hafezz Assad di Damaskus

27 April lalu. Rafsanjani baru-baru ini mengadakan serangkaian

kunjungan ke negara tetangganya di Timur Tengah dalam satu ofensif

diplomatiknya.

 

 

KOMPAS, Minggu, 05-05-1991.

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

Recent Posts

  • Ninik Rahayu dan Asep Setiawan Lengkapi Kepengurusan Dewan Pers 2022-2025
  • Ketua Dewan Pers yang Baru 2022-2025 Dr Ninik Rahayu
  • Dawn of New Era under King Charles III
  • Random scenarios for Ukraine War
  • Politik Luar Negeri Iran

Archives

Categories

My Tweets

Pages

  • About
  • Bahasa Inggris Diplomasi
  • Karya Jurnalistik
  • My Books
  • Pengantar Hubungan Internasional
  • Politik Luar Negeri Indonesia

Create a website or blog at WordPress.com

  • Follow Following
    • Jurnal Asep Setiawan
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • Jurnal Asep Setiawan
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
%d bloggers like this: