Tags

,

 

     PASUKAN Sekutu pimpinan Amerika Serikat (AS) pada awal perang bisa menggempur Irak habis-habisan, namun Saddam Hussein masih memiliki kartu as yang menakutkan. Taktik perang yang mengerikan itu adalah membakar minyak yang membanjiri Teluk. Tindakan ini tidak hanya mengancam ekonomi dan lingkungan Teluk tetapi lebih-lebih semua rencana militer AS.

     Sebagai jawaban atas serangan sekutu ke Baghdad, Saddam masih bisa membanjiri wilayah Teluk bagian utara dengan jutaan liter minyak. Langkah ini bisa dilakukan lewat tiga tankernya yang berlabuh di pelabuhan Kuwait atau sejumlah tanker raksasa dekat

pantai.

     Banjir minyak ini dapat menahan serangan AS ke Kuwait dari laut dan menyebabkan tercemarnya laut dengan minyak. Senjata minyak lainnya yang ampuh dari Saddam adalah meledakkan ladang minyak Kuwait di laut.

     Aliran minyak yang ditumpahkan ke laut ini bila mengenai pantai dapat menimbulkan malapetaka ekonomi. Tindakan ini akan mematikan sumber listrik dan fasilitas desalinisasi air laut. Padahal fasilitas salinisasi ini menyediakan air minum bagi Arab Saudi dan sejumlah negara lain.

     Meledakkan selusin atau mungkin ratusan sumur minyak Kuwait yang jumlahnya seluruhnya mencapai 1.080. Ledakan ini akan memenuhi langit dengan asap dan jelaga. Sejumlah analis militer bependapat, panas dan asap kemungkinan membatasi presisi senjata sekalipun yang “cerdas”.

                                ***                       

     DI SAMPING itu, beberapa ilmuwan top AS khawatir bahwa jika sumur minyak terbakar untuk berapa bulan, asapnya akan menutupi muka bumi. Akibatnya, suhu menurun dan dapat mempengaruhi iklim sampai derajat yang tidak tentu. Efeknya disebutkan tidak jauh dari “musim dingin nuklir” yang diakibatkan perang nuklir.

     Jika Saddam memilih senjata-minyak ini, keberhasilannya tergantung ke arah mana angin bertiup. Atau apakah pasang naik laut menguntungkan kekuatan sekutu atau pula apakah aliran minyak dan asap dapat terhindar dari medan tempur darat atau fasilitas industri di sepanjang pantai Saudi.

     Sejumlah pejabat industri minyak menyatakan, akan sulit mempertahankan kobaran api di laut kecuali secara terus menerus membanjirinya dengan minyak mentah yang baru. Manuver militer masih memungkinkan bila jalur api ini jika cukup jauh dari pantai.

     Laporan yang sampai ke beberapa pejabat industri minyak menyebutkan, Saddam masih memakai pilihan ini untuk mencegah pendaratan pasukan amfibi di pantai Kuwait. Saddam dapat membuka kran minyak yang tersimpan di tank lalu langsung membanjiri laut dan akhirnya melemparkan api sehingga menjadi perisai api yang sulit ditembus.

     William Kirk, jenderal pensiunan AU-AS, mengemukakan angin kuat di wilayah Teluk kemungkinan akan menghapus asap tebal yang menghalangi beberapa target militer. “Saya kira hal ini akan merupakan kesia-siaan bagi Saddam,” komentarnya.

     Mantan komandan Pusat Pertahanan Udara Taktis, Mayjen Gerald Carey, berpendapat beberapa jenis senjata memang tidak dapat menembus asap tebal misalnya rudal udara-darat Maverick yang dituntun oleh panas dan unit bom GBU-15 yang dituntun gambar

televisi atau sinar inframerah. Namun sistem penuntun radar tidak semuanya terpengaruh asap.

     Sedangkan Anthony Cordesman, staf direktur anggota Kongres dana hli militer, berpendapat, membanjiri minyak untuk mencegah pendaratan pasukan amfibi “dapat efektif secara taktis.” Taktik seperti itu disebutkan dapat menghambat operasi untuk sementara sehinggga dapat memberi waktu lebih banyak kepada Saddam untuk menyusun rencana. Namun ia menambahkan, serangan AS tidak dapat terhenti hanya karena pendaratan amfibi terhambat.

     Ahli energi AS, Badolato, mengatakan membanjiri minyak untuk menghancurkan kilang minyak, fasilitas desalinisasi dan generator listrik di Saudi, Bahrain dan Qatar, penanganan tidak lebih sulit daripada menlawan tindakan teroris pro-Irak. Badolato yang juga pernah menjadi staf dalam Pemerintahan AS periode Reagan telah mendengar rencana seperti itu. Irak dapat menyiapkan aksi itu dengan melepaskan 25 juta barel minyak atau 100 kali lebih dari minyak Exxon Valdez yang tumpah di Alaska.

     “Dalam skenario terburuk mungkin saja Saddam menghancurkan (ekonomi) Teluk,” ujar Richard Golob, penerbit Bulletin Polusi Minyak. Minyak akan merusak desalinisasi air laut dan meminyaki air sehingga tidak dapat digunakan untuk mendinginkan turbin. Fasilitas industri seperti penyulingan air juga akan hancur bila tidak mendapatkan air yang baik.

     Dikatakan, jika Saddam menghancurkan sejumlah fasilitas minyak Saudi, ada potensi serangkaian banjir minyak yang lebih dari tumpahnya minyak yang pernah ada di Ixtoc I. Peristiwa terjadi di Teluk Meksiko 1979 yang menumpahkan sekitar 532 juta liter minyak.

 

                                ***

    SEBUAH kelompok lingkungan AS, Friends of the Earth, melaporlan tumpahnya minyak setelah Irak menghancurkan sejumlah kilang minyak laut Iran 1983 menyebabkan kehancuran besar-bnesar kehidupan laut di Teluk. Secara temporer pula menghancurkan industri udang. Tempat desalinisasi air terbesar juga ditutup untuk beberapa hari.

     Ketidakpastian lebih besar datang dari efek atmosfir dari terbakarnya sumur minyak Kuwait yang tidak terkontrol. Potensi kebakarannya bisa memakan waktu berbulan-bulan. Ilmuwan AS terkemuka, termasuk Carl Sagan dari Unicersitas Cornel dan Richard Turco dan Brain Toon dari Pusat Penelitian Ames NASA, menaruh perhatian pula atas pencemaran di Teluk.

     Dalam studi pendahuluan oleh ilmuwan Eropa dan Yordania disimpulkan bahwa asap raksasa yang tebal dapat naik ke atmosfir dan menyebabkan perubahan temperatur. Sejumlah ilmuwan yakin efek dari angin moonson di India dan Asia Tenggara dan bahkan dapat menurunkan suhu di Amerika Utara.

     Sagan, salah seorang pencetus teori “musim dingin nuklir” mengatakan, efeknya dapat disamakan dengan ledakan gunung berapi Tambora di Indonesia 1815 yang disusul dengan “tahun tanpa musim kemarau”di tahun 1816 ketika New Engladn (AS) suhunya membeku dari Maret sampai Agustus.   

     Taktik Saddam yang mengerikan ini memang akan membakar Teluk bagian utara. Tidak ada lagi air laut selain lautan api. Senjata berbahaya ini masih menjadi salah satu pilihan. Menjadi bahan pertanyaan apakah Saddam mau menggunakan taktik ini demi mempertahankan wilayah Kuwait.

     Berdasarkan tindak tanduk politik dan militer Saddam agaknya terlalu gegabah untuk menyatakan mustahil ia melancarkan senjata minyak ini. Apalagi dengan pemboman bertubi-tubi dari pasukan sekutu yang jelas akan melumpuhkan pusat komando dan komunikasi maka, taktik ini menjadi salah satu pilihan utama.

     Saddam menjanjikan perang yang panjang. Ia tampak tidak akan menyerah seketika, kecuali AB-Irak sudah jenuh dan membangkang. Membakar ladang minyak juga akan sulit memulihkan Kuwait bila telah diduduki oleh pasukan Sekutu. Belum lagi efek ekonominya yang mengundang meroketnya harga minyak, asuransi dan gangguan ekonomi dunia.

 

KOMPAS, Sabtu, 19-01-1991.