• Home
  • About
  • International Relations
    • Journal Articles
    • Books
  • Journalism
    • Karya Jurnalistik
  • Commentary
  • Lecture
    • Politik Luar Negeri Indonesia
    • Pengantar Hubungan Internasional
    • Bahasa Inggris Diplomasi
  • Academic Profile

Jurnal Asep Setiawan

Jurnal Asep Setiawan

Category Archives: Hubungan Internasional

Myanmar menuju era baru Suu Kyi

02 Monday Apr 2012

Posted by Setiawan in Blog, Hubungan Internasional

≈ Leave a comment

Pernyataan Liga Nasional untuk Demokrasi atau LND bahwa pemilu sela mereka menangkan merupakan sebuah perkembangarn baru yang luar biasa. Saat tahun 1990, LND memenangkan pemilu militer yang merasa terganggu kepentingannya langsung menyatakan pemilu tidak sah dan LND disingkirkan. Pemimpinnya yang masih muda saat itu Aung San Suu Kyi langsung diberangus lebih dari sepuluh tahun. Tahanan rumah, tahanan penjara dan berbagai pembatasan tidak menyurutkan Suu Kyi untuk berhenti dalam mengkampanyekan demokrasi di Myanmar.

Kini dalam pemilu sela partai Suu Kyi mengklaim kemenangan maka era baru memasuki Myanmar. Suu Kyi juga bahkan sudah menunjukkan niat baiknya dengan ikut memberikan suara, sesuatu yang di tentang sejak lama karena pemilihan di Myanmar hanya seremoni belaka untuk menunjukkan demokrasi ke dunia. Kini dengan semakin terbukanya Myanmar kepada Barat maka peluang baru bagi negara yang dikungkung militer ini bisa lepas dari krisis politiknya.

Menunggu 20 tahun memang bukan waktu yang sebenar. Bagi Suu Kyi inilah momentum untuk membawa Myanmar kembali sebagai lumbung padi di Asia Tenggara dan sumber daya unggul bagi dunia. Sekjen PBB U Than kalau tidak salah tahun 1960-an berperan besar di panggung internasional berasal dari Burma waktu itu.

Sekarang tinggal menunggu reaksi apakah rejim militer mau mengijinkan Suu Kyi dan LND berkiprah dalam perpolitikan Myanmar, tidak hanya sekedar basa-basi dari demokrasi. Respons militer ini akan menentukan seberapa besar ruang demokrasi itu bisa dipraktekan LND dan tokoh-tokohnya di negeri yang baru membuka diri ini. ***

Share this:

  • Click to share on X (Opens in new window) X
  • Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email
  • Click to print (Opens in new window) Print
Like Loading...

The World Factbook, 2008 online

19 Saturday Feb 2011

Posted by Setiawan in Archive, Blog, Hubungan Internasional

≈ Leave a comment

Tags

referensi, world factbook

Bagi Anda yang sedang mengumpulkan referensi baik untuk makalah atau akademis atau hanya sekedar ingin mendapatkan informasi yang bersumberkan buku bisa baca secara online.Misalnya The World Factbook 2008 yang dulu dijadikan semacam referensi di perpustakaan besar di seluruh dunia.Tentang Indonesia misalnya:

The Dutch began to colonize Indonesia in the early 17th century; the islands were occupied by Japan from 1942 to 1945. Indonesia declared its independence after Japan’s surrender, but it required four years of intermittent negotiations, recurring hostilities, and UN mediation before the Netherlands agreed to relinquish its colony. Indonesia is the world’s largest archipelagic state and home to the world’s largest Muslim population. Current issues include: alleviating poverty, preventing terrorism, consolidating democracy after four decades of authoritarianism, implementing financial sector reforms, stemming corruption, holding the military and police accountable for human rights violations, and controlling avian influenza. In 2005, Indonesia reached a historic peace agreement with armed separatists in Aceh, which led to democratic elections in December 2006. Indonesia continues to face a low intensity separatist movement in Papua.

Share this:

  • Click to share on X (Opens in new window) X
  • Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email
  • Click to print (Opens in new window) Print
Like Loading...

Gejolak menuju transisi di Mesir

19 Saturday Feb 2011

Posted by Setiawan in Archive, Blog, Hubungan Internasional

≈ Leave a comment

Tags

mesir, militer, reformasi, Revolusi

Pengantar: artikel ini dikirim ke sebuah media cetak di Indonesia 28 Januari 2011 tetapi tampaknya tidak dimuat. Skenario dalam artikel ini tampaknya mendekati kenyataan bahwa militer Mesir kini berkuasa. What next dengan militer nanti saya coba uraikan lagi dalam tulisan lain. Terimakasih

Gejolak menuju transisi di Mesir
Unjuk rasa di Mesir yang bersamaan dengan perubahan politik di Tunisia merupakan kelanjutan dari desakan untuk terjadinya pergantian kepemimpinan. Presiden Husni Mubarak termasuk salah satu pemimpin pemerintahan terlama di Timur Tengah disamping Saddam Hussein, Muammar Khadafy dan Hafez Assad.
Tidak seperti di Tunisia yang akhirnya Presiden Zine el Abedine Ben Ali tergulingkan setelah berbulan-bulan unjuk rasa dipicu oleh pengangguran dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan, Mesir memiliki karakteristik berbeda. Bahkan jika terjadi perubahan pun gemanya jauh lebih besar dari Tunisia yang berpenduduk hampir 80 juta.
Mesir dengan jumlah penduduk terbesar di Timur Tengah serta kekuatan politik yang besar di kawasan maka perubahan di Mesir menjadi perhatian tidak hanya tetangganya tetapi juga dunia. Sejak 1981 ketika Mubarak menggantikan Presiden Anwar Sadat yang dibunuh salah seorang tentaranya, sama sekali tidak ada perubahan politik signifikan. Namun umur Mubarak yang sudah lebih dari 80 tahun tidak bisa dipertahankan lagi.
Transisi
Tanda-tanda bahwa transisi politik sedang diupayakan oleh elit dari keluarga Mubarak yang berusia 82 tahun terhadap anaknya Jamal Mubarak. Husni Mubarak sudah diketahui belakangan ini mengidap berbagai masalah kesehatan. Dan anaknya yang berusia 47 tahun sudah dibesarkan untuk menggantikan dia seperti berlangsung di Suriah. Namun jelas tidak mudah merekayasa pergantian dalam sebuah negara sebesar Mesir.
Transisi tidak akan mudah karena sebagai orang kuat Mubarak tidak bisa ditiru begitu saja oleh anaknya. Mubarak memiliki pengalaman politik yang sangat luas untuk menekan oposisi sekuat mungkin dan bila perlu dengan kekerasan. Segala instrumen hukum dan politik juga dikerahkan dengan tujuan melanggengkan kekuasaan dirinya dan memberangus semua kekuatan oposisi baik dari kubu sekuler  maupun Islam.
Satu hal lain yang menyulitkan masa transisi di Mesir adalah situasi ekonomi dunia yang sedang dilanda krisis finansial dan tingginya harga pangan. Rakyat Mesir merasakan sekali terutama kalangan bawah dan menengah bawah bagaimana biaya hidup semakin hari semakin berat sementara sebagian elit menikmati kemakmuran.
Sementara itu meski pemerinah menyatakan pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen, tinginya investasi asing dan merupakan pasar menarik bagi asing namun kalangan oposisi dan pegiat Islam menuduh tingginya korupsi, ketidakmampuan para pejabat dan jurang kaya-miskin yang lebar.
Dalam sebuah pertemuan tahunan Partai Demokratik Nasional Jamal Mubarak yang memang berlatar belakang pendidikan ekonomi dan bisnis menyatakan perlunya tindakan cepat agar pertumbuhan antara 7-8 persen dengan pembangunan infrastruktur tahun 2011 ini. Namun liberalisasi ekonomi Mesir ini sering dicurigai oleh sebagian pihak hanya memperkaya kalangan elit.
Meskipun analisa akan adanya perubahan itu kuat namun Amr Hamzawy dari Carnegie Middle East Center menyatakan terlalu dini memperkirakan akan adanya perubahan politik. Keraguan itu antara lain mereka yang turun ke jalan adalah kalangan muda yang mengorganisasikan diri tetapi tidak tersambung dengan partai atau kelompok oposisi.
Skenario
Steven Cook dari Council on Foreign Relations memperkirakan adanya dua skenario dari rentetan gejolak politik yang menuju puncaknya di Mesir. Pertama, mandat kepresidenan mungkin saja berhasil diserahkan ke Jamal namun kemungkinan dia tidak mampu memikul kekuasaan yang dilama dipegang ayahnya.
Presiden baru yang lemah akan memperumit situasi Mesir karena tekanan dari dalam dan luar semakin besar. Dari dalam negeri tuntutan perbaikan situasi politik dan ekonomi akan sulit dipenuhi presiden baru manakala kotak pandora kebebasan berekspresi – seperti sekarang terlihat di Cairo dan Suez, merupakan cikal bakal muncul ketidakpuasan semakin luas terhadap rejim lama.
Bagaimanapun besarny
a dukungan Mubarak namun ketika tampuk kekuasaan bisa sepenuhnya ditranfer ke anaknya, tidak mudah diambil lagi. Diperlukan beberapa tahun untuk benar-benar pemerintahan baru efektif padahal kondisi masyarakat yang semakin terbuka akan sulit menunggu angin segar demokrasi dimana kalangan tertekan bisa menjadi alternatif. Atau setidaknya mereka yang menjadi tokoh dan intelektual bisa tampil melakukan reformasi.
Apalagi sekarang muncul tokoh seperti Mohamad El Baradei sebagai alternatif dari Mubarak. Baradei sudah memberikan sinyal melakukan oposisi terhadap Mubarak sejak tidak lagi menjadi kepala badan energi atom internasional (IAEA) dan dipandang calon alternatif. Selain itu ada tokoh dan partai lain seperti Ikhwanul Muslimin yang meski ditekan masih tetap hidup di dalam infrastruktur masyarakat
Skenario kedua jika gejolak ini terus berlanjut adalah kemungkinan militer akan melakukan pengambilalihan kekuasaan jika transisi kepada Jamal atau pemimpin politik lain yang pro Mubarak gagal menenangkan rakyat.
Penolakan akan keras terhadap kehadiran militer ini sehingga masih akan berlangsung gejolak yang pada akhirnya memberikan pembenaran agar militer tetap berkuasa. Kehadiran militer tidak hanya akan membawa ketegangan di kalangan rakyat, demokrasi akan semakin ditinggalkan Mesir setelah sekian lama hidup dalam demokrasi semu.
Sudah 30 tahun ini rakyat Mesir hanya menyaksikan satu presiden, satu foto di perkantoran tanpa adanya perubahan. Kekuasaan eksekutif dikendalikan sampai sedetilnya oleh rejim Mubarak sehingga stabilitas relatif jalan. Dan tingkat tertentu ekonomi bisa memberikan ketenangan,
Namun situasi dunia sudah berubah. Tekanan krisis finansial di Barat berimbas terhadap harga-harga di dalam negeri yang tidak bisa ditenangkan oleh hanya retorika.
Sementara itu pemerintahan sedang hamil tua yang menunggu regenerasi sejati bukan sebuah peralihan kekuasaan dari ayah kepada anak atau kepada kelompok nepotisme yang menyelamatkan rejim lebih lama dengan mengorbankan demokrasi dan kemakmuran.***
A. Setiawan, pengamat internasional, lulusan Universitas Birmingham, Inggris
CV: Asep Setiawan adalah pengelola blog The Global Politics (theglobalpolitics.com) yang memfokuskan kepada masalah politik internasional dan nasional. Setelah lulus Universitas Padjadjaran jurusan Hubungan Internasional, melanjutkan S2 di International Studies di Universitas Birmingham, Inggris.
Email: asepsetia@yahoo.com

Unjuk rasa di Mesir yang bersamaan dengan perubahan politik di Tunisia merupakan kelanjutan dari desakan untuk terjadinya pergantian kepemimpinan. Presiden Husni Mubarak termasuk salah satu pemimpin pemerintahan terlama di Timur Tengah disamping Saddam Hussein, Muammar Khadafy dan Hafez Assad.

Tidak seperti di Tunisia yang akhirnya Presiden Zine el Abedine Ben Ali tergulingkan setelah berbulan-bulan unjuk rasa dipicu oleh pengangguran dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan, Mesir memiliki karakteristik berbeda. Bahkan jika terjadi perubahan pun gemanya jauh lebih besar dari Tunisia yang berpenduduk hampir 80 juta.

Mesir dengan jumlah penduduk terbesar di Timur Tengah serta kekuatan politik yang besar di kawasan maka perubahan di Mesir menjadi perhatian tidak hanya tetangganya tetapi juga dunia. Sejak 1981 ketika Mubarak menggantikan Presiden Anwar Sadat yang dibunuh salah seorang tentaranya, sama sekali tidak ada perubahan politik signifikan. Namun umur Mubarak yang sudah lebih dari 80 tahun tidak bisa dipertahankan lagi.

Transisi

Tanda-tanda bahwa transisi politik sedang diupayakan oleh elit dari keluarga Mubarak yang berusia 82 tahun terhadap anaknya Jamal Mubarak. Husni Mubarak sudah diketahui belakangan ini mengidap berbagai masalah kesehatan. Dan anaknya yang berusia 47 tahun sudah dibesarkan untuk menggantikan dia seperti berlangsung di Suriah. Namun jelas tidak mudah merekayasa pergantian dalam sebuah negara sebesar Mesir.

Transisi tidak akan mudah karena sebagai orang kuat Mubarak tidak bisa ditiru begitu saja oleh anaknya. Mubarak memiliki pengalaman politik yang sangat luas untuk menekan oposisi sekuat mungkin dan bila perlu dengan kekerasan. Segala instrumen hukum dan politik juga dikerahkan dengan tujuan melanggengkan kekuasaan dirinya dan memberangus semua kekuatan oposisi baik dari kubu sekuler  maupun Islam.

Satu hal lain yang menyulitkan masa transisi di Mesir adalah situasi ekonomi dunia yang sedang dilanda krisis finansial dan tingginya harga pangan. Rakyat Mesir merasakan sekali terutama kalangan bawah dan menengah bawah bagaimana biaya hidup semakin hari semakin berat sementara sebagian elit menikmati kemakmuran.

Sementara itu meski pemerinah menyatakan pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen, tinginya investasi asing dan merupakan pasar menarik bagi asing namun kalangan oposisi dan pegiat Islam menuduh tingginya korupsi, ketidakmampuan para pejabat dan jurang kaya-miskin yang lebar.

Dalam sebuah pertemuan tahunan Partai Demokratik Nasional Jamal Mubarak yang memang berlatar belakang pendidikan ekonomi dan bisnis menyatakan perlunya tindakan cepat agar pertumbuhan antara 7-8 persen dengan pembangunan infrastruktur tahun 2011 ini. Namun liberalisasi ekonomi Mesir ini sering dicurigai oleh sebagian pihak hanya memperkaya kalangan elit.

Meskipun analisa akan adanya perubahan itu kuat namun Amr Hamzawy dari Carnegie Middle East Center menyatakan terlalu dini memperkirakan akan adanya perubahan politik. Keraguan itu antara lain mereka yang turun ke jalan adalah kalangan muda yang mengorganisasikan diri tetapi tidak tersambung dengan partai atau kelompok oposisi.

Skenario

Steven Cook dari Council on Foreign Relations memperkirakan adanya dua skenario dari rentetan gejolak politik yang menuju puncaknya di Mesir. Pertama, mandat k
epresidenan mungkin saja berhasil diserahkan ke Jamal namun kemungkinan dia tidak mampu memikul kekuasaan yang dilama dipegang ayahnya.

Presiden baru yang lemah akan memperumit situasi Mesir karena tekanan dari dalam dan luar semakin besar. Dari dalam negeri tuntutan perbaikan situasi politik dan ekonomi akan sulit dipenuhi presiden baru manakala kotak pandora kebebasan berekspresi – seperti sekarang terlihat di Cairo dan Suez, merupakan cikal bakal muncul ketidakpuasan semakin luas terhadap rejim lama.

Bagaimanapun besarnya dukungan Mubarak namun ketika tampuk kekuasaan bisa sepenuhnya ditranfer ke anaknya, tidak mudah diambil lagi. Diperlukan beberapa tahun untuk benar-benar pemerintahan baru efektif padahal kondisi masyarakat yang semakin terbuka akan sulit menunggu angin segar demokrasi dimana kalangan tertekan bisa menjadi alternatif. Atau setidaknya mereka yang menjadi tokoh dan intelektual bisa tampil melakukan reformasi.

Apalagi sekarang muncul tokoh seperti Mohamad El Baradei sebagai alternatif dari Mubarak. Baradei sudah memberikan sinyal melakukan oposisi terhadap Mubarak sejak tidak lagi menjadi kepala badan energi atom internasional (IAEA) dan dipandang calon alternatif. Selain itu ada tokoh dan partai lain seperti Ikhwanul Muslimin yang meski ditekan masih tetap hidup di dalam infrastruktur masyarakat

Skenario kedua jika gejolak ini terus berlanjut adalah kemungkinan militer akan melakukan pengambilalihan kekuasaan jika transisi kepada Jamal atau pemimpin politik lain yang pro Mubarak gagal menenangkan rakyat.

Penolakan akan keras terhadap kehadiran militer ini sehingga masih akan berlangsung gejolak yang pada akhirnya memberikan pembenaran agar militer tetap berkuasa. Kehadiran militer tidak hanya akan membawa ketegangan di kalangan rakyat, demokrasi akan semakin ditinggalkan Mesir setelah sekian lama hidup dalam demokrasi semu.

Sudah 30 tahun ini rakyat Mesir hanya menyaksikan satu presiden, satu foto di perkantoran tanpa adanya perubahan. Kekuasaan eksekutif dikendalikan sampai sedetilnya oleh rejim Mubarak sehingga stabilitas relatif jalan. Dan tingkat tertentu ekonomi bisa memberikan ketenangan,

Namun situasi dunia sudah berubah. Tekanan krisis finansial di Barat berimbas terhadap harga-harga di dalam negeri yang tidak bisa ditenangkan oleh hanya retorika.

Sementara itu pemerintahan sedang hamil tua yang menunggu regenerasi sejati bukan sebuah peralihan kekuasaan dari ayah kepada anak atau kepada kelompok nepotisme yang menyelamatkan rejim lebih lama dengan mengorbankan demokrasi dan kemakmuran.***

Share this:

  • Click to share on X (Opens in new window) X
  • Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email
  • Click to print (Opens in new window) Print
Like Loading...
← Older posts
Newer posts →

Recent Posts

  • Bencana Alam di Sumatera: Pemicu dan Solusi Berkelanjutan
  • Statecraft 3.0: AI dan Masa Depan Diplomasi
  • Perang Dagang Amerika-China 2025: Analisis Implikasi terhadap Ekonomi Asia Tenggara
  • Strategi Palestina Pasca Pengakuan Internasional
  • Perjuangan Palestina: Dari Pengakuan ke Kedaulatan Efektif

Archives

Categories

My Tweets

Pages

  • About
  • Academic Profile
  • Bahasa Inggris Diplomasi
  • Karya Jurnalistik
  • My Books
  • Pengantar Hubungan Internasional
  • Politik Luar Negeri Indonesia

Create a website or blog at WordPress.com

  • Subscribe Subscribed
    • Jurnal Asep Setiawan
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • Jurnal Asep Setiawan
    • Subscribe Subscribed
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
%d