Tags

, ,

Sejak terjadi penyenderaan terhadap warga Indonesia khususnya 10 orang yang kemudian bertambah menjadi 14 orang, maka lanskap politik kawasan di Asia Tenggara telah berubah. Kelompok Abu Sayyaf yang berbasis di Filipina Selatan menjadi salah satu aktor non negara yang memainkan peran lebih besar di kawasan ini. Tidak hanya karena drama penculikan – yang berarti menguasai jalur laut penting – tetapi taktik penyanderaan yang menimbulkan tanda tanya.

Hari Minggu (1 Mei 2016) Abu Sayyaf dilaporkan membebaskan 10 sandera WNI. Jadi tinggal empat yang masih menjadi sandera.

Seorang sandera Kanada baru saja dieksekusi karena tidak ditebus. Tindakan ini menimbulkan keguncangan terhadap berbagai negara termasuk Indonesia. Dengan segala perhitungannya Indonesia masih menahan diri tidak melakukan aksi sendiri terutama sesudah empat orang WNI disandera oleh faksi yang berbeda di tubuh Abu Sayyaf.

Tentu pertanyaan besarnya adalah mengapa mereka menyandera sesama Muslim seperti dari Indonesia? Dalam konteks apa kebijakan mereka berubah ? Apa dampaknya terhadap kawasan Asia Tenggara terutama dari segi keamanan.

Ada dugaan bahwa kampanye negara Islam Suriah dan Irak yang dikenal dengan nama ISIS mengubah perilaku kelompok yang menginginkan negara Islam di Filipina Selatan. Tanda-tanda pengaruh ideologi ISIS terhadap Abu Sayyaf tampak dari dukungan kelompok ini terhadap ISIS. Ideologi ISIS tidak membedakan antara Muslim dan non Muslim. Sejauh ini ISIS hanya membedakan antara yang mendukung Khilafahnya dan yang tidak.
Mereka yang tidak mendukungnya dianggap musuh dan akan diperangi.

Prinsip ini terlihat misalnya dari pembunuhan terhadap umat Islam di Iraq dan Suriah. Mereka tidak mengenal istilah netral atau diam. Ketika tidak mendukung ideologi ISIS maka mereka akan diperangi.

Jika dikaitkan dengan penyanderaan Muslim Indonesia maka ideologi ISIS ini menjadi pembenaran. Dengan permintaan tebusan milyaran rupiah maka sandera dijadikan instrumen menggalang dana.

Sikap ini terjadi karena ISIS dianggap juga membenarkan langkah penyanderaan untuk mengumpulkan dana. Ketika ISIS menaklukan Irak utara, kilang minyak tetap berproduksi dan dijadikan pemasukan untuk memperbesar wilayah dan pengaruhnya.

Analisis bahwa ISIS bisa mengubah perilaku Abu Sayyaf akan memberikan dampak luas tidak hanya pada satu dua negara tetapi terhadap kawasan Asia Tenggara. Simpatisan ISIS di berbagai negara di Asia Tenggara mungkin terinspirasi langkah kelompok Abu Sayyaf.

Wajah Asia Tenggara setidaknya beberapa tahun ini tidak akan sama dengan sebelumnya. Kelompok Abu Sayyaf telah mengubah taktiknya untuk melakukan penyanderaan terhadap warga negara lain di luar Filipina. Jalur ekonomi sudah tersandera juga di sebagian wilayah Asia Tenggara, sementara keamanan maritim juga terancam. Ini merupakan tantangan negara kawasan untuk mengelola wilayah maritim lebih baik lagi. Setidaknya rasa aman harus dibangun kembali untuk keperluan ekonomi. ***