Malioboro Yogya kini sudah sangat padat. Saya sedikit kecewa melihat bagaimana Malioboro yang asri dengan lampu-lampu berbinar kini menjadi terlihat gelap dimalam hari dan semakin sempit jalannya.Kiri kanan jalan pertokoan tertutup dengan pembatas jalan yang menambah gelap. Ah berbeda sekali dengan bayangan dulu ketika Malioboro asri dan tenang. Tampaknya tranportasi jalan sudah menghabiskan badan jalan menambah suasana bising dan polusi. Mungkinkah Malioboro bisa menjadi jalan bebas polisi, bebas motor dan mobil ? Kalau ini bisa dikembalikan, Malioboro dengan lesehan dan pusat kerajinan akan menambah nilai pariwisata Yogya.(Saya lanjutkan tulisan mengenai Malioboro ini sesudah tiba di London, maklum susah sekali mencari waktu selama di Indonesia. Tugas berkeliling beberapa kota menyita waktu dan akses internet juga tidak mudah ya) Bagi saya Malioboro ada simbol penting seperti halnya Thamrin di Jakarta atau Oxford Street di London. Ini adalah jalur identitas kota Yogyakarta, kalau tidak disebutkan sebagai pusat kunjungan turis.Malioboro ada Yogya dan Yogya bisa direpresentasikan secara populer dengan kehadiran Malioboro. Memang ada Keraton Yogya di kota Gudeg ini namun semua orang yang datang ke Yogya mau tidak mau akan menyentuh jalan ini. Jika tidak dirawat dan dijaga maka Malioboro menjadi kumuh, kotor, semrawut, macet, padat dan tidak asri. Pemandangan yang menyebabkan mungkin banyak pengunjung bergegas segera pergi dari Mailoboro daripada menikmatinya.Sudah saatnya daerah ini ditata ulang untuk memberikan ruang lebih besar kepada para pejalan kaki. Merekalah yang akan menghidupkan denyut nadi Maliboro dengan lesehan terkenal yang sudah berjalan sangat lama. Kalau tempat lesehan itu kumuh dan kotor karena asap knalpot motor, sulit sekali pengungunjung menikmati udara Malioboro.
Malioboro Yogya yang makin sempit
07 Monday Apr 2008
in
bukankah itu refleksi dari keamburadulan kepemimpinan di negerimu akang asep? orang2 yang menamakan diri para negarawan itu ternyata bukan; mereka hanya gadungan. akang asep aja yang jadi presiden atau wapres, akang asep pulang aje. masa’ jauh-jauh jadi waratawan di london hanya bahas yogya? malu akang ah. sampah dimana-mana, nyamuk di mana-mana, pejual kaki lima di mana-mana, itu cerminan dari sungguh miskinnya rakyat indonesia yang tak pernah mendapat hak-hak dasar mereka, yang tak pernah mendapat sedikit pun seperti yang dirumuskan dalam UUD? bagaimana anda kok membiarkan pres dan wapres seperti itu menjabat dan tidak ada upaya mng-impeach mereka, bukankah itu kekuasaan yang mengatas-namkan demokrasi, apa arti demokrasi itu akang asep? di negerimu, demokrasi telah dibelokkan dan diplintir seperti wartawan buruk yang juga suka memplintir? kalau akang asep ma tidak memplintir, hanya bodoh saja, tak tau apa yang musti diperbuat kecuali hanya memeprkaya diri, apa bedanya dengan sby dan yk, akang asep?
Wah pertanyaan Sasya ini cukup menantang. Sebenarnya blog ini lebih kepada refleksi saya terhadap lingkungan baik di Inggris maupun Indonesia. Untuk menyimak pemikiran saya dapat juga diklik http://www.journalist-adventure.com dan http://www.the-worldpolitics.com. Jelas banyak cara untuk memajukan Indonesia baik dari jauh maupun tinggal di Tanah Air. Saya akan coba tuliskan nanti ide-ide dari Sasya ini, anyway terima kasih banyak.