• Home
  • About
  • International Relations
    • Journal Articles
    • Books
  • Journalism
    • Karya Jurnalistik
  • Commentary
  • Lecture
    • Politik Luar Negeri Indonesia
    • Pengantar Hubungan Internasional
    • Bahasa Inggris Diplomasi
  • Academic Profile

Jurnal Asep Setiawan

Jurnal Asep Setiawan

Tag Archives: transportasi

Berharganya Busway di Jakarta

13 Wednesday Aug 2008

Posted by Setiawan in Archive

≈ 1 Comment

Tags

bus, jakarta, komuter, transportasi

Bagi yang sudah lama meninggalkan kota Jakarta – sekitar tujuh tahun absen dari deru dan debu ibu kota – busway yang pernah dicemoohkan memang cukup penting. Setidaknya jika seseorang yang menggunakan angkutan umum berangkat dari Semanggi untuk mencapai Bundaran HI tidak perlu bersusah payah lagi.Taksi bukan penyelesaian tapi malah bikin macet. Apalagi kendaraan pribadi, tambah macet Jakarta. Sementara angkutan umum seperti Metro Mini atau bus kota tidak nyaman dan kadangkala tidak aman, karena sudah menjadi rahasia umum tempat beroperasi copet.Busway dengan tarif Rp 3500 memang merupakan sebuah alternatif penting bergerak dari satu titik ke titik lain. Tidak hanya dari Semanggi tetapi jika bepergian sore hari atau malam di jam-jam macet jalan, busway jadi alternatif berharga. Jika kita naik taxi pun menempuh jalan Thamrin dan Sudirman pada jam 1900 maka kita tidak bisa dengan mudah menembus jalan yang dijejali motor, mobil dan bus.Meski busway ini penting, tapi banyak yang lebih memilih kendaraan pribadi. Ini mungkin terkait dengan kebiasaan yang sudah lama. Di negara-negara lain, angkutan umum menjadi pilihan untuk berjalan ke dan dari kantor. Selain kebiasaan tentu saja mungkin gengsi.Namun ini harus dibayar mahal dengan polusi udara yang pekat membahayakan semua penduduk Jakarta, biaya bahan bakar yang besar karena macet terus setiap hari dan tentu juga secara ekonomis sangat berat.Bagi seorang yang pernah menjadi bagian dari sekitar 3,5 juta komuter yang datang dan pergi dari pusat kota London, kelemahan mencolok adalah memang transportasi umum. Singkatnya kendaraan umum di Jakarta dan sekitarnya tidak teramalkan datang dan perginya.Pengguna kendaraan umum menjadi warga kelas tiga barangkali karena sebagian besar memilih kendaraan pribadi. Bahkan suatu kali saya menyaksikan langsung seorang yang naik sedan marah-marah kepada sopir bus kota di depan Komdak dengan alasan mobilnya tersenggol. Padahal jelas dia yang salah mau menyalip. Mungkin seorang oknum penguasa yang berani memarahi sopir bus kota yang tampak ketakutan. Malah semua penumpang diperintahkan turun gara-gara mereka protes dengan ulah oknum tersebut. Begitulah gambaran sedikit naik angkutan umum di Jakarta.Di London penumpang angkutan umum dimanjakan dan diutamakan. Bahkan pengguna kendaraan pribadi yang masuk tengah kota dikenakan biaya cukup mahal lebih dari lima poundsterling sekali masuk, belum biaya parkir yang sangat mahal.Untuk jangka panjang, ini pikiran saya, harus dipikirkan setelah busway adalah memperbanyak dan memperluas jaringan kereta api yang sudah ada. Ide monorail memang ideal meski sulit dipraktekan untuk jangka panjang. Namun sebuah keniscayaan bahwa transportasi berbasis kereta rel ini harus diwujudkan, kalau tidak penduduk jakarta bisa habis umurnya kena macet di jalan.

Share this:

  • Click to share on X (Opens in new window) X
  • Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email
  • Click to print (Opens in new window) Print
Like Loading...

Selamat datang Indonesia !

04 Friday Apr 2008

Posted by Setiawan in Archive, Blog

≈ 1 Comment

Tags

indonesia, transportasi

Sejak 1 April saya telah menginjakkan kaki lagi di bumi Indonesia. Selamat Datang Nusantara ! Terakhir saya menghirup udara di bumi Indonesia tahun 2006. Kini sedang ada dalam tugas untuk melihat-lihat dunia transportasi.Indonesia tidak banyak perubahan setelah dua tahun ditinggalkan. Manusia Indonesia dinamis dalam kegiatan ekonomi dan media tetapi tetap saja ya konsumtif. Dimana dunia sedang khawatir dengan pemanasan global, sebagian besar masyarakat sedang asyik masyuk dengan berbagai hiburan. Media televisi telah menghipnotis dengan aneka hiburan sementara dunia pilkada telah menyedot dana dan tenaga memilih figur-figur lokal.Heboh soal siapa Gubernur BI dan jawaban Pak Presiden mengenai ketetapan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak akan digeser.Itulah wajah Indonesia dari media yang bisa diintip.Indonesia masih memang berdenyut mengejar kemajuan bersaing dengan banyak negara namun yang saya perhatikan sekarang adalah masalah transportasi mulai darat sampai udara.Isu-isu keselamatan akan menjadi sorotan yang sejauh ini ketika tulisan ini diturunkan sedang berada di kota gudeg Yogya setelah menempuh perjalanan lebih dari tujuh jam dengan Argo Lawu dari Stasiun Gambir.Kereta api Indonesia banyak kemajuan tetapi juga banyak ruang bisa dikembangkan. Tidak seperti naik kereta di Inggris yang melaju mulus nyaris tanpa getaran dan goyangan, kereta Indonesia meski dengan kenyamanan ber AC – malah nyaris dingin di tengah malam bersinar temaram – masih merasakan getaran dan bising ketika menembus malam buta dari Jakarta ke Yogyakarta.Melihat bagaimana kereta api dan lokomotif diservis serta bagaimana masinis dibentuk dari lembaga pendidikan di Yogya selama 2,5 bulan akan menjadi dasar dari kemajuan perkereta apian di Indonesia. Cerita-cerita bagaimana pembentukan masinis generasi baru ini memang mengasyikkan di tengah harapan bahwa kereta api bisa memberikan keselamatan lebih besar daripada pesawat yang sedang menjadi sorotan dunia.Nah banyak cerita selanjutnya dalam mengarungi Indonesia dua minggu ini. Tentu tidak semua aspek terjamah tetapi setidaknya ada beberapa poin penting sebagai catatan.Sebelum lupa, ketika bertemu staf di terminal Yogyakarta, terlihat juga bagaimana wajah para sopir yang mengangkut ratusan dan ribuan penumpang setiap hari hidup dengan alamiah. Tidak ada quality control atau kalaupun ada memang seperti dikatakan seorang pengusaha bus yang berkecimpung selama setengah abad, pengawasan terhadap sopir dilakukan secara konvensional. Wah banyak ceritanya dan asyik lagi mendengar cerita sopir bagaimana bisa kuat berada di belakang sopir meski berjam-jam kerja setiap hari dan ketemu sopir yang lebih dari seperempat abad berada di bus memberikan pandangan lain mengenai betapa nilai-nilai keselamatan terhadap penumpang itu dipelajari secara alamiah.

Share this:

  • Click to share on X (Opens in new window) X
  • Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email
  • Click to print (Opens in new window) Print
Like Loading...

Recent Posts

  • Bencana Alam di Sumatera: Pemicu dan Solusi Berkelanjutan
  • Statecraft 3.0: AI dan Masa Depan Diplomasi
  • Perang Dagang Amerika-China 2025: Analisis Implikasi terhadap Ekonomi Asia Tenggara
  • Strategi Palestina Pasca Pengakuan Internasional
  • Perjuangan Palestina: Dari Pengakuan ke Kedaulatan Efektif

Archives

Categories

My Tweets

Pages

  • About
  • Academic Profile
  • Bahasa Inggris Diplomasi
  • Karya Jurnalistik
  • My Books
  • Pengantar Hubungan Internasional
  • Politik Luar Negeri Indonesia

Create a website or blog at WordPress.com

  • Subscribe Subscribed
    • Jurnal Asep Setiawan
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • Jurnal Asep Setiawan
    • Subscribe Subscribed
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
%d