Tags
Sejak 1 April saya telah menginjakkan kaki lagi di bumi Indonesia. Selamat Datang Nusantara ! Terakhir saya menghirup udara di bumi Indonesia tahun 2006. Kini sedang ada dalam tugas untuk melihat-lihat dunia transportasi.Indonesia tidak banyak perubahan setelah dua tahun ditinggalkan. Manusia Indonesia dinamis dalam kegiatan ekonomi dan media tetapi tetap saja ya konsumtif. Dimana dunia sedang khawatir dengan pemanasan global, sebagian besar masyarakat sedang asyik masyuk dengan berbagai hiburan. Media televisi telah menghipnotis dengan aneka hiburan sementara dunia pilkada telah menyedot dana dan tenaga memilih figur-figur lokal.Heboh soal siapa Gubernur BI dan jawaban Pak Presiden mengenai ketetapan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak akan digeser.Itulah wajah Indonesia dari media yang bisa diintip.Indonesia masih memang berdenyut mengejar kemajuan bersaing dengan banyak negara namun yang saya perhatikan sekarang adalah masalah transportasi mulai darat sampai udara.Isu-isu keselamatan akan menjadi sorotan yang sejauh ini ketika tulisan ini diturunkan sedang berada di kota gudeg Yogya setelah menempuh perjalanan lebih dari tujuh jam dengan Argo Lawu dari Stasiun Gambir.Kereta api Indonesia banyak kemajuan tetapi juga banyak ruang bisa dikembangkan. Tidak seperti naik kereta di Inggris yang melaju mulus nyaris tanpa getaran dan goyangan, kereta Indonesia meski dengan kenyamanan ber AC – malah nyaris dingin di tengah malam bersinar temaram – masih merasakan getaran dan bising ketika menembus malam buta dari Jakarta ke Yogyakarta.Melihat bagaimana kereta api dan lokomotif diservis serta bagaimana masinis dibentuk dari lembaga pendidikan di Yogya selama 2,5 bulan akan menjadi dasar dari kemajuan perkereta apian di Indonesia. Cerita-cerita bagaimana pembentukan masinis generasi baru ini memang mengasyikkan di tengah harapan bahwa kereta api bisa memberikan keselamatan lebih besar daripada pesawat yang sedang menjadi sorotan dunia.Nah banyak cerita selanjutnya dalam mengarungi Indonesia dua minggu ini. Tentu tidak semua aspek terjamah tetapi setidaknya ada beberapa poin penting sebagai catatan.Sebelum lupa, ketika bertemu staf di terminal Yogyakarta, terlihat juga bagaimana wajah para sopir yang mengangkut ratusan dan ribuan penumpang setiap hari hidup dengan alamiah. Tidak ada quality control atau kalaupun ada memang seperti dikatakan seorang pengusaha bus yang berkecimpung selama setengah abad, pengawasan terhadap sopir dilakukan secara konvensional. Wah banyak ceritanya dan asyik lagi mendengar cerita sopir bagaimana bisa kuat berada di belakang sopir meski berjam-jam kerja setiap hari dan ketemu sopir yang lebih dari seperempat abad berada di bus memberikan pandangan lain mengenai betapa nilai-nilai keselamatan terhadap penumpang itu dipelajari secara alamiah.
akang asep, akang asep? kalau akang asep bener2 waratawan, coba bisa jatuhkan sby dan yk anggak? jangan hanya bicara ecek-ecek, akang asep, bicaralah yang besar-besar, bagaimana menjadikan indonesia seperti negara-negara lain, seperti singapura, seperti inggris, seperti AS, ya seperti sebuah negara lah, kau pikir indonesia sebuah negara akang asep? Indonesia menurut saya hanya tempat orang-orang mengkhianati bangsa sendiri, memperkaya diri dengan mengumbay pidato mengelabuhi rakyat, lalu apa tugas anda akang asep, jadi wartawam bbc mestinya kayak wartawan2 bc yang bule2 itu akang asep, berani dan hebat, sampai-sampai dicekal ke Zimbabwe, kan , akang asep, bukan akang asep tapi bbc itu, yang jauh lebuh besar ketimbang akang asep yang sangat kecil ini. jadi akang asep tuh maunya apa? waratawan itu dengan tekad berani membongkar kepalsian di negeri sendiri bukan memperkaya diri di negara lain, berani menjatuhkan kekuasaan lalim di negeri sendiri yang terus berjalan itu, bukan bercuap-cuap dengan jurnalisme palsu ala indonesia tapi memakai tempat bbc? jadi akang asep harus pulang saja? go home akang asep, sleep aje.