Melihat negeri dari jauh ada rasa kerinduan untuk pulang dan perasaan ingin ikut berkecimpung dalam membangun Indonesia yang bersih dan berbudaya. Mengapa bersih ? Secara sosial Indonesia memang dilihat negeri dengan polusi budaya korupsi dan kriminal. Indikator bahwa Indonesia negara koruptor bisa terlihat dari daftar yang dikeluarkan Transparansi Internasional.LSM yang mengorek-ngorek borok korupsi setiap negara ini memang bisa saja diabaikan temuannya. Namun disisi lain kampanye medianya yang besar tidak jarang dijadikan bahan alternatif informasi mengenai kondisi polusi budaya yang sulit diberantas ini.Korupsi adalah penyakit akut dari akar rumput sampai akar tunjang dan dahan serta ranting. Korupsi sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat sehingga biaya sosial dari kehidupan masyarakat juga mahal secara ekonomis dan merugikan secara sistem sosial.Berbagai contoh di Eropa menunjukkan, kalangan pemimpin baik yang ada di pemerintah maupun non pemerintah berperan aktif dalam membersihkan polusi sosial ini. Rasa malu akan menjadi senjata ampuh untuk perlahan-lahan membersihkan negara dari penyakit sosial ini. Kalaulah Eropa terlalu jauh, Singapura mungkin bisa dijadikan bahan pembelajaran. Negeri jiran yang kadang angkuh ini diakui sebagai negara dengan korupsi minim. Temuilah sopir taksinya, rata-rata jujur kalau meminta bayaran.Kunci semua itu memang adalah ahlak para pemimpin dan pemangku kekuasaan. Kalau melihat pemberitaan belakangan mulai dari Ketua Bulog yang mengumpulkan uang di ember dan di kamar mandi sampai dengan calon hampir jadi Komisi Pemilu, maka sungguh malang bangsa Indonesia dengan para pemimpin berkualitas seperti itu.Bersih kedua dalam alam pikiran saya adalah bersih secara lingkungan. Suasana yang adem dan udara segar menjadi impian banyak orang perkotaan. Namun transportasi umum tidak memberikan kesempatan untuk membuat udara bersih, lingkungan asri dan sampah dibuang secara tertib.Tata kota memang perlu banyak pembenahan. Disinilah kesulitannya. Jika ingin transportasi publik yang bersih maka diperlukan modal dan kemauan keras. Dua hal ini sudah ada. Modal sudah semestinya akan ada namun kemauan dan kekuatan para pemegang jabatan lemah sehingga sering terpatahkan oleh kepentingan sesaat.Artinya, dimanapun di kota besar di dunia, kereta api merupakan sebuah keniscayaan untuk mengangkut jutaan pekerja di dalamnya. Namun Jakarta dengan populasi siang mencapai 15 jutaan, angkutan kota mengandalkan roda empat yang penuh dengan polusi.Sudah saatnya berpaling kepada kereta api atau light railway sebagai solusi. Jika tidak maka Anda bisa datang ke tempat kerja berpeluh keringat dan menghabiskan waktu berjam-jam yang berarti mengurangi produktifitas. Jika Jakarta menjadi contoh kesemrawutan fisik maka kota lain dikhawatirkan akan ikut.