• Home
  • About
  • International Relations
    • Journal Articles
    • Books
  • Journalism
    • Karya Jurnalistik
  • Commentary
  • Lecture
    • Politik Luar Negeri Indonesia
    • Pengantar Hubungan Internasional
    • Bahasa Inggris Diplomasi

Jurnal Asep Setiawan

Jurnal Asep Setiawan

Tag Archives: puisi

Mungkin Sekali Kita Sendiri Juga Maling by Taufik Ismail

11 Tuesday Jan 2011

Posted by Setiawan in Archive, Blog

≈ Leave a comment

Tags

puisi, Taufik Ismail

(Sebuah karya puisi yang luar biasa menohok bangsa Indonesia yang dilanda musibah terus dengan bergentayangannya berbagai mafia seperti mafia hukum mafia pajak dan mafia kekuasaan dll, mohon izin diambil dari sebuah milis, semoga mendapatkan hikmahnya dan menjadikan Indonesia bebas dari tikus koruptor dari atas sampai bawah)Kita hampir paripurna menjadi bangsa porak-poranda,terbungkuk dibebani hutang dan merayap melata sengsara di dunia.Penganggur 40 juta orang, anak-anak tak bisa bersekolah 11 juta murid,pecandu narkoba 6 juta anak muda, pengungsi perang saudara 1 juta orang,VCD koitus beredar 20 juta keping,kriminalitas merebat disetiap tikungan jalan… dan beban hutang di bahu 1600 trilyun rupiah.Pergelangan tangan dan kaki Indonesia diborgol diruang tamu Kantor Pegadaian Jagat Raya,… dan dipunggung kita dicap sablon besar-besar: Tahanan IMF dan Penunggak Bank Dunia.Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu, menjual tenaga dengan upah paling murah sejagat raya.Ketika TKW-TKI itu pergi lihatlah mereka bersukacita antri penuh harapan dan angan-angan di pelabuhan dan bandara,ketika pulang lihat mereka berdukacita karena majikan mungkir tidak membayar gaji,banyak yang disiksa malah diperkosa dan pada jam pertama mendarat di negeri sendiri diperas pula.Negeri kita tidak merdeka lagi, kita sudah jadi negeri jajahan kembali.Selamat datang dalam zaman kolonialisme baru, saudaraku.Dulu penjajah kita satu negara, kini penjajah multi kolonialis banyak bangsa.Mereka berdasi sutra, ramah-tamah luar biasa dan banyak senyumnya.Makin banyak kita meminjam uang, makin gembira karena leher kita makinmudah dipatahkannya.Di negeri kita ini, prospek industri bagus sekali.Berbagai format perindustrian, sangat menjanjikan, begitu laporan penelitian.Nomor satu paling wahid, sangat tinggi dalam evaluasi, dari depannya penuh janji, adalah industri korupsi.Apalagi di negeri kita lama sudah tidak jelas batas halal dan haram,ibarat membentang benang hitam di hutan kelam jam satu malam.Bergerak ke kiri ketabrak copet, bergerak ke kanan kesenggol jambret, jalan di depan dikuasai maling, jalan di belakang penuh tukang peras,yang di atas tukang tindas.Untuk bisa bertahan berakal waras saja di Indonesia, sudah untung.Lihatlah para maling itu kini mencuri secara berjamaah.Mereka bersaf-saf berdiri rapat, teratur berdisiplin dan betapa khusyu’.Begitu rapatnya mereka berdiri susah engkau menembusnya.Begitu sistematiknya prosedurnya tak mungkin engkau menyabotnya.Begitu khusyu’nya, engkau kira mereka beribadah.Kemudian kita bertanya, mungkinkah ada maling yang istiqamah?Lihatlah jumlah mereka, berpuluh tahun lamanya, membentang dari depan sampai ke belakang, melimpah dari atas sampai ke bawah, tambah merambah panjang deretan saf jamaah.Jamaah ini lintas agama, lintas suku dan lintas jenis kelamin.Bagaimana melawan maling yang mencuri secara berjamaah?Bagaimana menangkap maling yang prosedur pencuriannya malah dilindungidari atas sampai ke bawah?Dan yang melindungi mereka, ternyata, bagian juga dari yang pegang senjatadan yang memerintah.Bagaimana ini ? …….Tangan kiri jamaah ini menandatangani disposisi MOU dan MUO (Mark UpOperation), tangan kanannya membuat yayasan beasiswa, asrama yatim piatu dan sekolahan.Kaki kiri jamaah ini mengais-ngais upeti ke sana kemari, kaki kanannya bersedekah, pergi umrah dan naik haji.Otak kirinya merancang prosentasi komisi dan pemotongan anggaran,otak kanannya berzakat harta, bertaubat nasuha dan memohon ampunan Tuhan.Bagaimana caranya melawan maling begini yang mencuri secara berjamaah?Jamaahnya kukuh seperti dinding keraton,tak mempan dihantam gempa dan banjir bandang,malahan mereka juru tafsir peraturan dan merancang undang-undang,penegak hukum sekaligus penggoyang hukum, berfungsi bergantian.Bagaimana caranya memroses hukum maling-maling yang jumlahnya ratusan ribu,barangkali sekitar satu juta orang ini,cukup jadi sebuah negara mini, meliputi mereka yang pegang kendaliperintah, eksekutif, legislatif, yudikatif dan dunia bisnis, yang pegang pestol dan mengendalikan meriam, yang berjas dan berdasi.Bagaimana caranya mau diperiksa dan diusut secara hukum ?Mau didudukkan di kursi tertuduh sidang pengadilan?Mau didatangkan saksi-saksi yang bebas dari ancaman?Hakim dan jaksa yang bersih dari penyuapan ?PercumaSeratus tahun pengadilan, setiap hari 8 jam dijadwalkanInsya Allah tak akan terselesaikan.Jadi, saudaraku, bagaimana caranya?Bagaimana caranya supaya mereka mau dibujuk, dibujuk, dibujuk agar bersediamengembalikan jarahan yang berpuluh tahun dan turun-temurun sudah mereka kumpulkan.Kita doakan Allah membuka hati mereka, terutama karena terbanyak dari mereka orang yang shalat juga,orang yang berpuasa juga,orang yang berhaji juga.Kita bujuk baik-baik dan kita doakanmereka.Celakanya, jika di antara jamaah maling itu ada keluarga kita, ada hubungan darah atau teman sekolah,maka kita cenderung tutup mata, tak sampai hati menegurnya.Celakanya, bila di antara jamaah maling itu ada orang partai kita,orang seagama atau sedaerah,Kita cenderung menutup-nutupi fakta, lalu dimakruh-makruhkan dandiam-diam berharap semoga kitamendapatkan cipratan harta tanpa ketahuan.Maling-maling ini adalah kawanan anai-anai dan rayap sejati.Dan lihat kini jendela dan pintu Rumah Indonesia dimakan rayap.Kayu kosen, tiang, kasau, jeriau rumah Indonesia dimakan anai-anai.Dinding dan langit-langit, lantai rumah Indonesia digerogoti rayap.Tempat tidur dan lemari, meja kursi dan sofa,televisi rumah Indonesia dijarah anai-anai.Pagar pekarangan, bahkan fondasi dan atap rumah Indonesia sudah mulai habis dikunyah-kunyah rayap.Rumah Indonesia menunggu waktu, masa rubuhnya yang sempurna.Aku berdiri di pekarangan, terpana menyaksikannya.Tiba-tiba datang serombongan anak muda dari kampung sekitar.”Ini dia rayapnya! Ini dia Anai-anainya!” teriak mereka.”Bukan. Saya bukan Rayap, bukan!” bantahku.Mereka berteriak dan mendekatiku dengan sikap mengancam.Aku melarikan diri kencang-kencang.Mereka mengejarkan lebih kencang lagiMereka menangkapku.”Ambil bensin!” teriak seseorang.”Bakar Rayap,” teriak mereka bersama.Bensin berserakan dituangkan ke kepala dan badanku.Seseorang memantik korek api.Aku dibakar.Bau kawanan rayap hangus.Membubung Ke udara. Inikah akhir kehidupan rayap ? Semoga !Salam Maghrib dari PI

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

Membaca, menikmati serta mendengar karya sastra

11 Tuesday Jan 2011

Posted by Setiawan in Archive, Blog

≈ Leave a comment

Tags

cerpen, puisi, sastra

Bagi penggemar karya sastra Indonesia yang tak kalah dengan karya sastra dunia seperti karya Pramoedya, bisa sebagian dinikmati di situs Agepe. Dengan judul subjudul media pembelajaran sastra, tampaknya situs ini secara serius mempersembahkan beberapa karya sastra lama dan modern.Tidak hanya hanya itu pengunjung dapat menikmati alunan dan hentakan Rendra dalam membacakan puisinya yang akan memperkaya para penikmat sastra. Dokumenasi audio termasuk langka di Indonesia.Berkunjung ke situs ini akan memberikan nuansa baru dalam mengapresiasikan sastra Indonesia.

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

Bersama

25 Saturday Dec 2010

Posted by Setiawan in Archive, Blog, Inspiration

≈ Leave a comment

Tags

poem, puisi

Allah

Nikmatnya waktu saat bersamaNyaSyukur akan waktu saat berdzikir kepadaNya

Lima kali dzikrullah dalam shalatKebahagiaan tiada taraLima kali dalam perjalanan sehari berdiri ruku dan sujud menjadi ciri Abdullah

Waktu yang berlalu takkan tersia siakanDalam imanDalam amal

Waktu bagaikan harta sangat berharga dalam ingat kepada Ilahi Rabbi

Waktu menelan jasad semakin rapuhUntuk mendekat kedalam tanah

Waktu mengubah rambut menjadi putihTulang semakin rapuhTanda semakin dekat berjumpa dalam takdirNya161210

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...
← Older posts

Recent Posts

  • An Analysis of Current Indo-Pacific Dynamics
  • Challenges Faced by Journalism
  • Role of Indonesia in Shaping Indo-Pacific
  • In Seeking Global Supremacy in Technology: A Case of Rivalry The US-China
  • Ninik Rahayu dan Asep Setiawan Lengkapi Kepengurusan Dewan Pers 2022-2025

Archives

Categories

My Tweets

Pages

  • About
  • Bahasa Inggris Diplomasi
  • Karya Jurnalistik
  • My Books
  • Pengantar Hubungan Internasional
  • Politik Luar Negeri Indonesia

Create a website or blog at WordPress.com

  • Follow Following
    • Jurnal Asep Setiawan
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • Jurnal Asep Setiawan
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...
 

    %d bloggers like this: