• Home
  • About
  • International Relations
    • Journal Articles
    • Books
  • Journalism
  • Commentary
  • Lecture
    • Politik Luar Negeri Indonesia
    • Pengantar Hubungan Internasional
    • Bahasa Inggris Diplomasi

Jurnal Asep Setiawan

Jurnal Asep Setiawan

Category Archives: Commentary

Corona Virus Pandemic and Changing of Global Politics

Featured

Posted by Editor in Commentary, International Relations

≈ Leave a comment

Tags

china, corona virus, covid-19, Global Politics, pandemic

Some scholars view that corona virus pandemic has influence the way global politics on process. The changes would be in interaction among countries, organization and even people. Countries’ s border as can be seen nowadays already in very tight supervision. One of implication of border issues is no regular flight in and out in easy way.

Transportation is one field which already felt it. Several airlines in the world even the most profitable one should adjust the new situation. After five month since January when covid-19 was still in China, some airlines has talked on reducing its staff. Some airline companies has grounded most of its air fleet.

Other implication of Covid-19 is related to economic situation at almost all countries. As transportation restriction become common in the world, goods traffic are also on halted. Export and import of manufacturing good except essential one like food and medicine might decline more than 50%. It means that export countries could send their product and in same time importing country could received regular product.

In one side, relations among countries mostly depend on importance of issues and needed. Political issues among countries might in less important compare to survival measures in every countries to keep Covid-19 contained and to make people secure. It could be solidarity in the world in raised compare to conflict mood.

However, one of prediction of Covid-19 is the raising of China in world scene. The China – origin of Covid-19 – in very short time could contain and recover from the disease. At least the China’s decisive responses to the pandemic has gave the country ability to maneuver in the world. For example, global diplomacy of China has helped it to establish image as strong and capable country. In this particular situation, China seems be viewed as winner one compare with US, for example. ***

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to email this to a friend (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

Musim Semi Demokrasi di Myanmar

14 Friday Dec 2018

Posted by Editor in Commentary, International Relations

≈ Leave a comment

Tags

Democracy, Myanmar

Musim Semi Demokrasi di Myanmar

Oleh Asep Setiawan

 

Setidaknya setelah 25 tahun sistem politik Myanmar dibelenggu oleh junta militer, kini angin demokrasi mulai berhembus di negeri ini. Pemilu 1990 merupakan pesta demokrasi terakhir Myanmar karena kemudian kemenangan Liga Nasional untuk Demokrasi (LND) pimpinan Aung Suu Kyi dicekal kemenangannya. Sesudah itu masa kelam kehidupan politik Myanmar tidak pernah lagi melihat cahaya harapan bahkan di bidang ekonomi pun terpuruk.

Kini Myanmar memasuki musim semi demokrasi dimana elit politik yang berkuasa memberikan peluang adanya pemilihan umum 8 November nanti. Bahkan persiapan untuk pemilu dilakukan secara serius agar Myanmar melampui perjalanan sejarahnya sejajar dengan negara-negara tetangganya. Selama ini Myanmar dikucilkan oleh Barat dan hanya dibela negara-negara Asia Tenggara.

Penyebabnya tidak lain adalah sikap otoriter terhadap oposisi yang dipimpin Aung San Suu Kyi, putri salah satu pendiri negeri itu Jenderal Aung San. Suu Kyi diperlakukan keras bahkan dikenai tahanan rumah sampai 15 tahun dari 21 tahun penahanan aktivitas politiknya. Nobel Perdamaian pun mampir kepadanya ketika masih dalam tahanan rumah tahun 1991.

Jika 25 tahun terakhir Myanmar masih mencari bentuk lanskap politiknya, kini pemilu yang demokratis sepertinya menjadi pilihannya. Perjalanan Myanmar ke arah demokrasi ini tentu melegakan sembilan anggota ASEAN karena selama inilah mereka yakin suatu saat kehidupan demokratis akan sampai ke Myanmar. Sebaliknya Barat tidak yakin pendekatan ASEAN akan mujarab untuk mendorong demokrasi di Myanmar.

Keberatan Barat terhadap militer Myanmar yang sering disebut Tatmadaw bisa dipahami. Sejak kemerdekaan 1948, Tatmadaw sudah menguasai negeri ini. Ancaman permberontakan dari suku minoritas menyebabkan militer selalu memiliki dalih untuk tetap berkuasa. Bahkan saat transisi diumumkan 2011 oleh Thein Sein, Myanmar masih harus dikendalikan oleh junta militer meski bajunya diganti menjadi pejabat sipil.

Semangat partisipasi

Pada awal musim kampanye awal September, Aung San Suu Kyi menyerukan masyarakat internasional agar menjamin terjadinya perubahan politik dan pemerintahan yang sejati. “Untuk pertama alinya dalam beberapa dasa warsa ini rakyat memiliki peluang nyata membawa perubahan,” kata Suu Kyi dalam pesan yang disiarkan LND.

Semangat partisipasi 30 juta rakyat dalam pemilu kali ini diperlihatkan dengan hadirnya 92 partai politik. Demikian juga kandidat independen yang akan mengisi badan legislatif sudah cukup besar jumlahnya mencapai 6.189 orang.

Komisi Pemilihan Umum Myanmar sudah meloloskan 1.772 calon untuk lembaga Pyithu Hluttaw, institusi setingkat Dewan Perwakilan Rakyat. Sedangkan untuk lembaga Amyotha Hluttaw yang setingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat di Indonesia, KPU Myanmar meloloskan 913 calon. Selain untuk mengisi lembaga legislatif tingkat nasional, sekitar 3.300 calon untuk lembag legislatif daerah juga telah disahkan komisi pemilihan umum.

Parlemen Myanmar sendiri terdiri dari dua kamar yakni Majelis Tinggi yang dipegang Amyotha Hluttaw dan Majelis Rendah Pyithu Hluttaw. Namun demikian militer masih mempertahankan eksistensinya di parlemen. Berdasarkan konstitusi Myanmar, 75 persen anggota parlemen dipilih rakyat sedangkan 25 persen sisanya ditunjuk oleh militer. Jadi kalau total jumlah anggota Pyitu Hluttaw setingkat DPR 440 orang maka sebanyak 110 diantaranya diperuntukkan militer. Sementara itu lembaga setingkat MPR atau Amyotha Hluttaw akan diisi oleh 224 anggota yang 56 diantaranya sudah dialokasikan untuk wakil dari militer.

Komposisi anggota di parlemen ini seperti ini seolah-olah merupakan pesan kepada dunia bahwa bagaimanapun langkah demokrasi Myanmar melalui pemilu, militer masih memegang kunci penting. Dengan kata lain, militer tidak akan membiarkan bebas Myanmar mengikuti kehendaknya dalam jalur demokrasi apalagi didikte oleh asing.

Atmosfir demokrasi yang mulai tumbuh di Myanmar bukan tanpa hambatan. Kepentingan elit militer masih menjadi bahan pertimbangan terhadap peran para politisi. Keistimewaan yang selama ini dinikmati oleh militer akan berkurang dan ini bisa menimbulkan konflik internal. Namun karena keterbukaan ekonomi dan politik yang sudah dimulai setidaknya dalam lima tahun ini memberikan peluang bahwa semangat berdemokrasi di Myanmar akan menghasikan sistem politik yang kuat.

Persoalan yang muncul di kalangan pemilih adalah tidak diakomodasinya etnik minoritas. Ratusan ribu warga dari etnik Rohingya ditolak hak pilihnya. Etnik Rohingnya yang tinggal di negara bagian Rakhine ini umumnya beragama Islam. Tampaknya Myanmar masih menghadapi masalah bagaimana menghadapi etnik minoritas termasuk dengan Karen.

Persaingan tingkat elit

Adanya persaingan yang terbuka diantara elit politik sudah terlihat. Pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi berkoalisi dengan tokoh pro reformasi yakni Shwe Mann, ketua parlemen dan tokoh senior nomor tiga di rejim sekarang. Namun jabatan Shwe Mann sebagai pejabat partai yang berkuasa telah dicopot. Padahal Shwe Mann sudah lama diramalkan sebagai pengganti Presiden Thein Sein.

Koalisi Suu Kyi-Shwe Mann ini juga membuat dinamika politik Myanmar menarik. Selain akan menambah kekuatan bagi Suu Kyi karena Shwe Mann tidak lain adalah manta anggota junta militer yang pro reformasi. Kekuatan politik LND akan semakin solid dengan kehadiran mantan penguasa itu.

Namun elit penguasa kini menggunakan kendaraan Partai Uni Solidaritas dan Pembangunan (USDP) yang didukung militer. Bahkan sebagian dari pengurus USDP adalah mereka yang menjadi pentolan dalam junta militer belakangan ini. Kehadiran USDP ini akan menjadi perhatian peninjau pemilu karena sudah ada dugaan bahwa pesta demokrasi nanti akan disusupi mereka yang berbuat curang dalam penghitungan suara.

Presiden Thein Sein yang diperkirakan masih akan berkuasa lagi masih menunjukkan kekuatan yang kukuh. Kebijakannya yang pro reformasi akan menjadi salah satu kekuatannya. Sejauh ini di bidang politik dia sudah mencabut sejumlah pembatasan baik di bidang media maupun pers. Bahkan di sektor ekonomi, Myanmar menyambut investor asing. Dengan kata lain Thein Sein lah yang telah membawa perubahan banyak terhadap postur politik dan ekonomi Myanmar kini, bukan Suu Kyi. Namun tentu nama Suu Kyi lebih diharapkan daripada Thein Sein yang berlatarbelakang militer.

Kalau pemilu sela tahun 2012 dijadikan sebagai sebuah indikator kebangkitan oposisi maka pemilu mendatang bisa jadi Aung San Suu Kyi dan pendukungnya meraih kemenangan pula. Dalam pemilu sela 2012, Suu Kyi memenangkan kursi di Kawhmu. Bahkan Liga Nasional Demokrasi yang dipimpinnya meraih 43 dari 44 kursi yang diperebutkan. Kalau ditarik ke tingkat nasional maka perebutan 330 kursi di majelis rendah dan 168 di majelis rendah akan berlangsung sengit antara LND pimpinan Suu Kyi melawan USDP pimpinan Presiden Thein Shein.

Musim semi demokrasi, meskipun merupakan perkembangan menarik dalam seperempat abad ini di Myanmar, belum tentu menghasilkan parlemen dan eksekutif yang dikehendaki. Konstitusi melarang orang yang bersuamikan warga asing seperti Aung San Suu Kyi menjadi pejabat tinggi eksekutif. Dan untuk mencegah Suu Kyi berkuasa pun, parlemen sekarang menentang amandemen konstitusi 25 Juni 2015 untuk mengubah pasal soal syarat-syarat presiden. ***

Asep Setiawan, jurnalis Metro TV dan pengamat masalah internasional.

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to email this to a friend (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

Abu Sayyaf dalam Aksi di Asia Tenggara

01 Sunday May 2016

Posted by Editor in Commentary, Global Politics

≈ Leave a comment

Tags

Abu Sayyaf, asia tenggara, politik

Sejak terjadi penyenderaan terhadap warga Indonesia khususnya 10 orang yang kemudian bertambah menjadi 14 orang, maka lanskap politik kawasan di Asia Tenggara telah berubah. Kelompok Abu Sayyaf yang berbasis di Filipina Selatan menjadi salah satu aktor non negara yang memainkan peran lebih besar di kawasan ini. Tidak hanya karena drama penculikan – yang berarti menguasai jalur laut penting – tetapi taktik penyanderaan yang menimbulkan tanda tanya.

Hari Minggu (1 Mei 2016) Abu Sayyaf dilaporkan membebaskan 10 sandera WNI. Jadi tinggal empat yang masih menjadi sandera.

Seorang sandera Kanada baru saja dieksekusi karena tidak ditebus. Tindakan ini menimbulkan keguncangan terhadap berbagai negara termasuk Indonesia. Dengan segala perhitungannya Indonesia masih menahan diri tidak melakukan aksi sendiri terutama sesudah empat orang WNI disandera oleh faksi yang berbeda di tubuh Abu Sayyaf.

Tentu pertanyaan besarnya adalah mengapa mereka menyandera sesama Muslim seperti dari Indonesia? Dalam konteks apa kebijakan mereka berubah ? Apa dampaknya terhadap kawasan Asia Tenggara terutama dari segi keamanan.

Ada dugaan bahwa kampanye negara Islam Suriah dan Irak yang dikenal dengan nama ISIS mengubah perilaku kelompok yang menginginkan negara Islam di Filipina Selatan. Tanda-tanda pengaruh ideologi ISIS terhadap Abu Sayyaf tampak dari dukungan kelompok ini terhadap ISIS. Ideologi ISIS tidak membedakan antara Muslim dan non Muslim. Sejauh ini ISIS hanya membedakan antara yang mendukung Khilafahnya dan yang tidak.
Mereka yang tidak mendukungnya dianggap musuh dan akan diperangi.

Prinsip ini terlihat misalnya dari pembunuhan terhadap umat Islam di Iraq dan Suriah. Mereka tidak mengenal istilah netral atau diam. Ketika tidak mendukung ideologi ISIS maka mereka akan diperangi.

Jika dikaitkan dengan penyanderaan Muslim Indonesia maka ideologi ISIS ini menjadi pembenaran. Dengan permintaan tebusan milyaran rupiah maka sandera dijadikan instrumen menggalang dana.

Sikap ini terjadi karena ISIS dianggap juga membenarkan langkah penyanderaan untuk mengumpulkan dana. Ketika ISIS menaklukan Irak utara, kilang minyak tetap berproduksi dan dijadikan pemasukan untuk memperbesar wilayah dan pengaruhnya.

Analisis bahwa ISIS bisa mengubah perilaku Abu Sayyaf akan memberikan dampak luas tidak hanya pada satu dua negara tetapi terhadap kawasan Asia Tenggara. Simpatisan ISIS di berbagai negara di Asia Tenggara mungkin terinspirasi langkah kelompok Abu Sayyaf.

Wajah Asia Tenggara setidaknya beberapa tahun ini tidak akan sama dengan sebelumnya. Kelompok Abu Sayyaf telah mengubah taktiknya untuk melakukan penyanderaan terhadap warga negara lain di luar Filipina. Jalur ekonomi sudah tersandera juga di sebagian wilayah Asia Tenggara, sementara keamanan maritim juga terancam. Ini merupakan tantangan negara kawasan untuk mengelola wilayah maritim lebih baik lagi. Setidaknya rasa aman harus dibangun kembali untuk keperluan ekonomi. ***

Share this:

  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to email this to a friend (Opens in new window)
  • Click to print (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...
← Older posts
Newer posts →

Recent Posts

  • Repository Academic
  • Bincang Dewan Pers : Urgensi Verifikasi Media
  • Bincang Dewan Pers
  • Ancaman Covid-19 Masih Tinggi di Indonesia
  • Rencana Aneksasi Israel terhadap Tepi Barat Berbahaya

Archives

Categories

My Tweets

Pages

  • About
  • Bahasa Inggris Diplomasi
  • My Books
  • Pengantar Hubungan Internasional
  • Politik Luar Negeri Indonesia

Create a website or blog at WordPress.com

loading Cancel
Post was not sent - check your email addresses!
Email check failed, please try again
Sorry, your blog cannot share posts by email.
%d bloggers like this: