• Home
  • About
  • International Relations
    • Journal Articles
    • Books
  • Journalism
    • Karya Jurnalistik
  • Commentary
  • Lecture
    • Politik Luar Negeri Indonesia
    • Pengantar Hubungan Internasional
    • Bahasa Inggris Diplomasi
  • Academic Profile

Jurnal Asep Setiawan

Jurnal Asep Setiawan

Category Archives: Archive

Bencana Alam di Sumatera: Pemicu dan Solusi Berkelanjutan

13 Saturday Dec 2025

Posted by Setiawan in Analisis, Archive, Archives

≈ Leave a comment

Tags

Aceh, Banjir, environment, indonesia, Sumatera, Tapanuli

Dr. Asep Setiawan

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Pendahuluan

Pada akhir November hingga awal Desember 2025, Indonesia mengalami salah satu bencana hidrometeorologi terparah dalam sejarah modern ketika banjir bandang dan tanah longsor melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara (khususnya kawasan Tapanuli), dan Sumatera Barat secara simultan (Wikipedia, 2025). Berdasarkan data resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 12 Desember 2025, bencana ini telah menelan korban jiwa mencapai 995 orang meninggal dunia, 226 orang hilang, dan 5.111 orang mengalami luka-luka, menjadikannya bencana alam paling mematikan di Indonesia sejak Gempa Bumi dan Tsunami Sulawesi 2018 (Muhari, 2025; Kompas, 2025a). Lebih dari 3,3 juta jiwa terdampak langsung dengan hampir 1 juta orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka (Wikipedia, 2025). Kerugian ekonomi diperkirakan mencapai Rp68,67 triliun, mencakup kerusakan infrastruktur, kehilangan pendapatan rumah tangga, dan kerugian sektor pertanian (Center of Economic and Law Studies, 2025, dalam Wikipedia, 2025).

Bencana dengan skala masif ini bukan sekadar kejadian alam biasa, melainkan manifestasi kompleks dari interaksi antara fenomena meteorologi ekstrem dan kerentanan ekologis yang diperparah oleh aktivitas antropogenik (Andreas, 2025; Abdillah, 2025). Para pakar dari berbagai institusi akademik terkemuka seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM) menegaskan bahwa curah hujan ekstrem hanyalah pemicu, sementara degradasi lingkungan yang sistematis merupakan faktor penguat yang memperbesar daya rusak bencana (Detik, 2025a; Wikipedia, 2025). Essay ini bertujuan menganalisis secara komprehensif faktor-faktor penyebab bencana dari perspektif hidrometeorologi dan antropogenik, mengkaji dampak kerusakan yang ditimbulkan, serta merumuskan rekomendasi mitigasi jangka panjang berbasis bukti ilmiah.

Kronologi dan Sebaran Geografis Bencana

Bencana dimulai pada 25 November 2025 ketika hujan ekstrem mengguyur wilayah Sumatera bagian utara dan tengah secara berkepanjangan (Media Target Kriminal Khusus, 2025). Wilayah yang mengalami dampak terparah meliputi Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Utara, Aceh Tengah, dan Bener Meriah di Provinsi Aceh; Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga di Sumatera Utara; serta Kabupaten Agam, Padang Pariaman, dan Kota Padang di Sumatera Barat (Wikipedia, 2025).

ProvinsiKorban MeninggalKorban HilangKorban Luka-lukaPengungsiJumlah Terdampak
Aceh409364.300831.1241.900.000
Sumatera Utara3479169853.5231.700.000
Sumatera Barat24093113–31.845
Total9952265.111884.647≥3.300.000

Sumber: Diolah dari data BNPB (2025) per 12 Desember 2025

Di Provinsi Aceh, bencana mempengaruhi 225 kecamatan dan 3.658 gampong (desa), dengan lebih dari 50% gampong mengalami dampak langsung (Wikipedia, 2025). Kabupaten Aceh Utara mencatat korban jiwa terbanyak dengan 154 orang meninggal, diikuti Aceh Timur (58 orang) dan Aceh Tamiang (57 orang) (Wikipedia, 2025). Di Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah menjadi kawasan terparah dengan 111 korban meninggal dan 63 orang hilang, disusul Tapanuli Selatan (86 meninggal, 30 hilang) dan Kota Sibolga (53 meninggal, 3 hilang) (Wikipedia, 2025). Sementara di Sumatera Barat, Kabupaten Agam mencatatkan angka korban tertinggi dengan 181 orang meninggal dan 76 orang masih hilang akibat banjir bandang yang menyapu kawasan tersebut (Data Indonesia, 2025; Wikipedia, 2025).

Analisis Faktor Penyebab

Faktor Hidrometeorologi dan Klimatologi

Analisis meteorologis menunjukkan bahwa bencana ini dipicu oleh konvergensi tiga faktor atmosferik utama yang terjadi secara bersamaan. Pertama, wilayah Sumatera bagian utara sedang berada pada puncak musim hujan dengan pola hujan sepanjang tahun yang memiliki dua puncak dalam satu tahun (Abdillah, 2025, sebagaimana dikutip dalam Detik, 2025a). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mencatat curah hujan mencapai 150-300 milimeter, bahkan di Stasiun Meteorologi Minangkabau tercatat intensitas ekstrem hingga 128,3 mm/hari, yang masuk kategori hujan ekstrem (BMKG, 2025a; Detik, 2025a).

Kedua, terbentuknya Bibit Siklon Tropis 95B di Selat Malaka sejak 21 November 2025, yang kemudian menguat menjadi Siklon Tropis Senyar pada 26 November 2025 pukul 07.00 WIB (Wikipedia, 2025; Detik, 2025b). Fenomena ini sangat tidak biasa karena siklon tropis terbentuk di bawah lintang 5 derajat, suatu kejadian yang jarang terjadi di wilayah ekuatorial (Wikipedia, 2025). Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani menyatakan bahwa Siklon Tropis Senyar bersama dengan Siklon Tropis Koto memberikan dampak peningkatan intensitas curah hujan dan memicu pembentukan awan konvektif yang meluas di atas Aceh hingga Sumatera Utara (Fathani, 2025, dalam Kompas, 2025b; Detik, 2025b).

Ketiga, interaksi dengan sistem atmosfer skala global dan regional turut memperkuat intensitas curah hujan (Kompas, 2025c). Pakar dari IPB mengidentifikasi pengaruh dari Gelombang Rossby Ekuatorial, Madden-Julian Oscillation (MJO) pada Fase 6, serta anomali iklim global seperti Indian Ocean Dipole (IOD) negatif dan fenomena La Niña yang intens (Wikipedia, 2025; Kompas, 2025c). Kondisi IOD negatif diketahui memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan curah hujan di benua maritim Indonesia bagian barat, khususnya Sumatera (Nugroho et al., 2019). Kombinasi faktor-faktor ini secara kolektif meningkatkan konvergensi udara, membentuk awan kumulonimbus dalam jumlah besar, dan memicu hujan ekstrem berkepanjangan yang berlangsung lebih dari 24 jam (Wikipedia, 2025; Kompas, 2025c).

Faktor Antropogenik: Degradasi Lingkungan dan Kerusakan Ekosistem

Meskipun cuaca ekstrem menjadi pemicu, para pakar dari ITB, IPB, dan UGM menegaskan bahwa kerusakan lingkungan merupakan faktor utama yang memperparah daya rusak bencana (Wikipedia, 2025; Detik, 2025a). Dr. Heri Andreas dari Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika ITB menjelaskan bahwa banjir bandang terlihat sangat parah karena diiringi oleh menurunnya daya tampung wilayah akibat hilangnya kawasan resapan air alami (Andreas, 2025, dalam Detik, 2025a; Pikiran Rakyat, 2025). Hatma Suryatmojo, peneliti hidrologi hutan, menjelaskan bahwa vegetasi hutan berfungsi sebagai “spons raksasa” yang mampu menyerap air hujan melalui proses infiltrasi dan menahan air agar tidak langsung mengalir ke sungai melalui mekanisme intersepsi (Suryatmojo, 2025, dalam Wikipedia, 2025). Ketika hutan di wilayah hulu mengalami kerusakan, siklus hidrologi alami terganggu, menyebabkan mayoritas air hujan langsung mengalir sebagai limpasan permukaan (runoff) yang cepat dan destruktif, memicu erosi masif dan banjir bandang (Wikipedia, 2025; Detik, 2025a).

Data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Greenpeace mengungkap fakta mengkhawatirkan bahwa antara tahun 2016 hingga 2024, sekitar 1,4 juta hektare hutan telah hilang di tiga provinsi terdampak (WALHI, 2025, dalam Wikipedia, 2025). Hilangnya tutupan hutan ini, khususnya di ekosistem kritis seperti kawasan Batang Toru di Sumatera Utara dan sepanjang Bukit Barisan, secara signifikan mengurangi kemampuan alam untuk menahan air hujan (Wikipedia, 2025; Purba, 2025). Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencatat bahwa Pulau Sumatera telah menjadi “zona pengorbanan” bagi industri pertambangan, dengan setidaknya 1.907 wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) minerba aktif seluas 2,45 juta hektare, atau setara dengan empat kali luas negara Brunei Darussalam (JATAM, 2025, dalam Wikipedia, 2025).

Alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit dan pemukiman juga berkontribusi besar terhadap penurunan kapasitas serapan air (Detik, 2025a). Anggota Komisi IV DPR RI Rokhmin Dahuri menyikapi bencana ini dengan menyatakan bahwa masyarakat harus berhenti menyalahkan cuaca ekstrem semata, karena bencana ini merupakan akibat dari ulah manusia (Dahuri, 2025, dalam Sindonews, 2025). Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) menemukan material kayu gelondongan berbekas potongan mesin yang terbawa arus banjir, mengindikasikan adanya operasi pembalakan liar atau eksploitasi yang tidak terkendali di kawasan hulu (JPIK, 2025, dalam Wikipedia, 2025). Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang kritis, dengan mayoritas tutupan hutan alam di bawah 30 persen, membuat wilayah tersebut kehilangan daya dukung dan daya tampung, sehingga setiap hujan lebat menjadi pemicu bencana hidrometeorologi parah (Wikipedia, 2025; Mongabay, 2025).

Dampak dan Skala Kerusakan

Kerusakan Infrastruktur dan Fasilitas Publik

Kementerian Pekerjaan Umum mencatat hingga 10 Desember 2025 terdapat 1.355 titik kerusakan infrastruktur yang kemudian meningkat menjadi 1.666 titik di tiga provinsi terdampak (Detik, 2025c; CNBC Indonesia, 2025). Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti merinci bahwa terdapat 477 titik kerusakan di Aceh, 275 titik di Sumatera Utara, dan 914 titik di Sumatera Barat (Kusumastuti, 2025, dalam CNBC Indonesia, 2025). Di Aceh, kerusakan didominasi oleh banjir tanggul kritis (143 titik), longsor (46 titik), dan banjir tanggul jebol (36 titik) (CNBC Indonesia, 2025).

Jenis KerusakanJumlah/SkalaKeterangan
Jalan Nasional Rusak2.058 kmTersebar di 3 provinsi
Jembatan Putus31 unit (Nasional)–
Jembatan Rusak Total271 unit (Sumut)Data BNPB
Titik Kerusakan Infrastruktur1.355-1.666 titikKemenpu
Sekolah Rusak973 unitSemua provinsi
Madrasah Rusak562 unitSemua provinsi
Fasilitas Pendidikan Rusak (Sumut)282 unitData BNPB
Fasilitas Kesehatan Rusak308 unitSemua provinsi
Rumah Ibadah Rusak360 unitSemua provinsi
Pasar Rusak53 unitSemua provinsi
Pondok Pesantren Rusak212 unitSemua provinsi
Kantor Rusak29 unitSemua provinsi

Sumber: Diolah dari data Kementerian Pekerjaan Umum (2025) dan BNPB (2025)

Kerusakan Properti dan Permukiman

Kerusakan rumah penduduk mencapai skala masif dengan total lebih dari 157.800 unit rumah rusak di tiga provinsi (Data Indonesia, 2025). Di Provinsi Aceh, BNPB memperkirakan 37.546 rumah mengalami kerusakan (Wikipedia, 2025). Di Sumatera Utara, data menunjukkan 3.500 rumah rusak berat, 4.100 rumah rusak sedang, dan 20.500 rumah rusak ringan, dengan total mencapai 28.100 unit (Wikipedia, 2025). Kementerian PU mengestimasi kebutuhan anggaran penanganan bencana mencapai Rp51,82 triliun, terdiri dari Rp2,72 triliun untuk tanggap darurat dan Rp49,10 triliun untuk rehabilitasi dan rekonstruksi (Detik, 2025c).

Dampak Ekologis dan Keanekaragaman Hayati

Bencana ini juga mengancam keanekaragaman hayati langka di Sumatera. Seekor Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), kera terlangka di dunia dengan populasi hanya sekitar 800 individu, ditemukan mati di bawah tumpukan kayu setelah banjir dan longsor menerjang Tapanuli Tengah pada 25 November 2025 (BBC Indonesia, 2025a). Penemuan ini menjadi pengingat tragis bahwa bencana tidak hanya berdampak pada manusia, tetapi juga mengancam eksistensi spesies endemik yang terancam punah (BBC Indonesia, 2025a).

Kerugian Ekonomi

Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan total kerugian ekonomi mencapai Rp68,67 triliun (Celios, 2025, dalam Wikipedia, 2025). Perkiraan ini mencakup: (1) kerugian akibat kerusakan rumah penduduk; (2) kehilangan pendapatan rumah tangga karena terganggunya aktivitas ekonomi; (3) kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan yang menghambat mobilitas dan distribusi barang; serta (4) kerugian produksi lahan pertanian akibat tanaman rusak dan tanah tererosi (Wikipedia, 2025).

Respons Penanganan dan Bantuan Kemanusiaan

Pemerintah Indonesia mengaktifkan mobilisasi penuh seluruh sumber daya nasional untuk menghadapi bencana ini (Wikipedia, 2025). Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menyatakan bahwa Presiden telah memerintahkan agar seluruh kekuatan nasional difokuskan untuk mempercepat operasi kemanusiaan, evakuasi, dan distribusi logistik (Pratikno, 2025, dalam Wikipedia, 2025). Kementerian Sosial memimpin penyaluran bantuan logistik dengan total nilai mencapai Rp21,48 miliar dan mendirikan 28 titik dapur umum yang mampu memproduksi hingga 100.000 bungkus nasi per hari untuk melayani pengungsi (Wikipedia, 2025).

Pemerintah memberikan santunan finansial berupa Rp15 juta bagi ahli waris korban meninggal dunia dan Rp5 juta untuk korban luka berat (Wikipedia, 2025). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan perbankan memberikan perlakuan khusus terhadap kredit korban bencana, termasuk restrukturisasi kredit dengan kualitas aset ditetapkan lancar (Wikipedia, 2025). Sebagai bentuk dukungan komunikasi, layanan internet satelit Starlink milik Elon Musk digratiskan bagi korban hingga akhir Desember 2025 (Wikipedia, 2025).

Gelombang solidaritas publik juga mengalir deras. Penggalangan dana yang diinisiasi oleh Malaka Project Ferry Irwandi berhasil mengumpulkan donasi lebih dari Rp10,37 miliar dalam 24 jam pertama dari lebih 87 ribu penyumbang (Wikipedia, 2025). Malaysia mengirimkan bantuan berupa obat-obatan dan tim dokter yang mendarat di Aceh pada 29 November 2025 (Wikipedia, 2025). Bahkan Paus Leo XIV dari Vatikan menyatakan keprihatinan mendalam dan mengirimkan bantuan kemanusiaan melalui Dikasteri untuk Pelayanan Amal (Wikipedia, 2025).

Saran dan Rekomendasi Mitigasi Jangka Panjang

Reformasi Tata Kelola Lingkungan dan Kehutanan

Berdasarkan analisis komprehensif terhadap penyebab bencana, diperlukan reformasi mendasar dalam tata kelola lingkungan dan sumber daya alam. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni telah berjanji melakukan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola kehutanan, mengakui bahwa fokus kebijakan selama ini terlalu condong ke sisi ekonomi dibandingkan ekologi (Antoni, 2025, dalam Wikipedia, 2025). Rekomendasi konkret yang perlu segera diimplementasikan meliputi:

Pertama, penerapan moratorium izin pertambangan dan ekspansi perkebunan kelapa sawit di kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) kritis (Wikipedia, 2025). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah menyatakan komitmen untuk mengevaluasi total seluruh izin pertambangan di tiga provinsi terdampak (Lahadalia, 2025, dalam Wikipedia, 2025). Evaluasi ini harus diwujudkan dalam bentuk pencabutan izin yang beroperasi di kawasan konservasi dan DAS dengan tutupan hutan di bawah 30 persen (Wikipedia, 2025).

Kedua, implementasi program restorasi ekosistem hutan secara masif di kawasan hulu dengan target pemulihan minimal 500.000 hektare dalam lima tahun pertama. Program ini harus melibatkan masyarakat lokal melalui skema perhutanan sosial yang memberikan insentif ekonomi kepada masyarakat untuk menjaga hutan, bukan mengeksploitasinya (Wikipedia, 2025; Mongabay, 2025). Penelitian Suryatmojo tentang fungsi hidrologi hutan sebagai “spons raksasa” harus menjadi landasan ilmiah dalam desain program restorasi (Suryatmojo, 2025, dalam Wikipedia, 2025).

Ketiga, penetapan kawasan konservasi baru di sepanjang Bukit Barisan dan ekosistem kritis lainnya dengan penegakan hukum yang tegas terhadap aktivitas ilegal (Wikipedia, 2025). Temuan JPIK tentang material kayu gelondongan hasil pembalakan liar yang terbawa banjir menunjukkan masih lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di lapangan (JPIK, 2025, dalam Wikipedia, 2025). WALHI Sumatera Utara mencatat bahwa dalam 10 tahun terakhir, deforestasi di Batang Toru telah menelan 5,4 juta pohon akibat aktivitas tujuh perusahaan, memperparah kondisi ekologis kawasan tersebut (Purba, 2025).

Penataan Ruang Berbasis Risiko Bencana

Dr. Heri Andreas dari ITB menekankan pentingnya penataan ruang berbasis risiko, konservasi kawasan penahan air, dan pemodelan geospasial sebagai bentuk mitigasi jangka panjang (Andreas, 2025, dalam Detik, 2025a). Pemerintah daerah perlu menyusun ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan memasukkan aspek daya dukung dan daya tampung lingkungan sebagai parameter utama, bukan hanya pertimbangan ekonomi semata (Wikipedia, 2025; Detik, 2025a).

Kawasan dengan tutupan vegetasi minimal 30 persen di wilayah hulu DAS harus ditetapkan sebagai zona lindung dengan larangan tegas untuk pembangunan infrastruktur dan aktivitas ekstraktif (Wikipedia, 2025). Pemodelan geospasial harus digunakan untuk mengidentifikasi kawasan rawan bencana dan membatasi pembangunan permukiman di zona merah dan oranye (Andreas, 2025, dalam Detik, 2025a).

Penguatan Sistem Peringatan Dini dan Literasi Kebencanaan

Dr. Muhammad Rais Abdillah dari ITB menekankan perlunya peringatan dini cuaca yang akurat dan ilmiah serta peningkatan literasi kebencanaan dan edukasi publik untuk meminimalisir dampak musibah (Abdillah, 2025, dalam Detik, 2025a). BMKG perlu memperkuat kapasitas pemantauan cuaca ekstrem dengan menambah stasiun cuaca otomatis di wilayah rawan bencana dan meningkatkan akurasi model prediksi cuaca jangka pendek (Fathani, 2025, dalam Kompas, 2025b; Detik, 2025b).

Sistem peringatan dini harus terintegrasi dengan aplikasi mobile dan sistem sirine komunitas yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk di daerah terpencil yang selama ini terisolasi (BBC Indonesia, 2025b). Pemerintah daerah perlu mengembangkan peta evakuasi dan menyiapkan jalur evakuasi serta tempat pengungsian yang memadai di setiap desa rawan bencana (Detik, 2025a).

Program literasi kebencanaan harus diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan formal mulai dari tingkat dasar hingga menengah, serta dilakukan sosialisasi rutin kepada masyarakat melalui kelompok-kelompok komunitas seperti pengajian, posyandu, dan organisasi kemasyarakatan (Abdillah, 2025, dalam Detik, 2025a). Simulasi evakuasi berkala perlu dilakukan minimal dua kali setahun untuk memastikan masyarakat memahami prosedur penyelamatan diri ketika bencana terjadi.

Penetapan Status Darurat Bencana Nasional

Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum UGM dan WALHI mendesak Presiden untuk menetapkan status Darurat Bencana Nasional mengingat skala bencana yang telah menyebabkan kolapsnya kehidupan masyarakat, krisis pangan, pemadaman listrik, dan terputusnya jaringan komunikasi (LSJ UGM & WALHI, 2025, dalam Wikipedia, 2025). Pemerintah daerah seperti Aceh Tengah dan Pidie Jaya secara terbuka menyatakan tidak sanggup mengatasi bencana dengan kapasitas sendiri (Wikipedia, 2025).

Penetapan status nasional akan mengaktifkan koordinasi antarlembaga yang lebih cepat dan besar serta mobilisasi anggaran nasional untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan pemulihan jangka panjang (Wikipedia, 2025). Status ini juga memungkinkan pengerahan seluruh sumber daya TNI dan Polri, serta memfasilitasi bantuan internasional yang lebih terkoordinasi.

Transisi Menuju Ekonomi Berkelanjutan

Celios dan organisasi lingkungan mendesak pemerintah untuk beralih dari paradigma ekonomi ekstraktif menuju ekonomi berkelanjutan yang menghormati batas-batas ekologis (Wikipedia, 2025). Model pembangunan yang menjadikan Sumatera sebagai “zona pengorbanan” dengan 1.907 IUP minerba seluas 2,45 juta hektare harus dihentikan (JATAM, 2025, dalam Wikipedia, 2025). Pemerintah perlu mengembangkan alternatif ekonomi berbasis jasa ekosistem seperti ekowisata, perhutanan sosial, dan pertanian berkelanjutan yang memberikan nilai ekonomi tanpa merusak lingkungan (Wikipedia, 2025; Dahuri, 2025, dalam Sindonews, 2025).

Insentif fiskal seperti tax holiday dan kemudahan perizinan yang selama ini diberikan kepada industri ekstraktif perlu dialihkan kepada sektor ekonomi hijau yang ramah lingkungan. Skema pembayaran jasa lingkungan (payment for ecosystem services) dapat dikembangkan untuk memberikan kompensasi ekonomi kepada masyarakat yang menjaga hutan dan lahan sebagai penyangga hidrologis.

Kesimpulan

Bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Tapanuli, dan Sumatera Barat pada akhir November hingga awal Desember 2025 merupakan tragedi kemanusiaan dengan korban jiwa mencapai 995 orang meninggal dan kerugian ekonomi diperkirakan Rp68,67 triliun (Muhari, 2025; Celios, 2025, dalam Wikipedia, 2025). Analisis komprehensif menunjukkan bahwa bencana ini bukan semata-mata disebabkan oleh faktor meteorologis ekstrem seperti curah hujan tinggi dan pembentukan Siklon Tropis Senyar, melainkan diperparah secara signifikan oleh degradasi lingkungan sistematis akibat deforestasi, alih fungsi lahan, dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali (Wikipedia, 2025; Andreas, 2025, dalam Detik, 2025a).

Hilangnya 1,4 juta hektare hutan antara 2016-2024 di tiga provinsi terdampak telah menghilangkan fungsi hidrologis hutan sebagai penyangga alami, menyebabkan air hujan langsung mengalir sebagai limpasan permukaan yang memicu banjir bandang (WALHI, 2025, dalam Wikipedia, 2025). Keberadaan 1.907 wilayah IUP minerba seluas 2,45 juta hektare dan ekspansi perkebunan kelapa sawit yang masif telah menjadikan Sumatera sebagai “zona pengorbanan” dengan DAS-DAS kritis yang kehilangan daya dukung dan daya tampung (JATAM, 2025, dalam Wikipedia, 2025).

Mitigasi jangka panjang memerlukan pendekatan holistik yang menggabungkan reformasi tata kelola lingkungan, moratorium izin tambang dan ekspansi perkebunan di kawasan hulu DAS kritis, restorasi ekosistem hutan secara masif, penataan ruang berbasis risiko bencana, penguatan sistem peringatan dini, dan transisi menuju ekonomi berkelanjutan (Wikipedia, 2025; Andreas, 2025, dalam Detik, 2025a). Komitmen Menteri Kehutanan dan Menteri ESDM untuk melakukan evaluasi total harus diwujudkan dalam kebijakan konkret dengan penegakan hukum yang tegas (Antoni, 2025; Lahadalia, 2025, dalam Wikipedia, 2025).

Bencana ini menjadi momentum krusial bagi Indonesia untuk mengevaluasi paradigma pembangunan yang selama ini mengabaikan batas-batas ekologis. Sebagaimana ditegaskan oleh para pakar, bencana ini adalah “dosa ekologis” yang harus dibayar dengan korban jiwa ratusan orang (Wikipedia, 2025). Tanpa perubahan fundamental dalam tata kelola sumber daya alam, bencana serupa akan terus berulang dengan intensitas yang semakin meningkat di masa depan. Saatnya Indonesia menjadikan daya tampung dan daya dukung lingkungan sebagai acuan utama pembangunan, bukan hanya pertumbuhan ekonomi jangka pendek yang mengorbankan keberlanjutan ekologis dan keselamatan masyarakat.

DAFTAR REFERENSI

BBC Indonesia. (2025a, 11 Desember). Banjir Sumatra: Orangutan tapanuli yang langka ditemukan mati di bawah tumpukan kayu. https://www.bbc.com/indonesia/articles/cwylnz0lq7yo

BBC Indonesia. (2025b, 9 Desember). Banjir longsor Sumatra: Jalan aspal berubah jadi sungai – ‘Kami butuh lebih banyak relawan’. https://www.bbc.com/indonesia/articles/c8657l8l11xo

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2025a, 10 Desember). Prospek cuaca mingguan periode 09–15 Desember 2025: Potensi hujan signifikan di beberapa wilayah, masyarakat diimbau tetap waspada. https://www.bmkg.go.id/

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2025b, 10 Desember). Prospek cuaca mingguan periode 12–18 Desember 2025: Bibit siklon tropis pengaruhi cuaca di wilayah selatan Indonesia. https://www.bmkg.go.id/

CNBC Indonesia. (2025, 8 Desember). Dampak bencana banjir Sumatra: 1.666 titik infrastruktur rusak parah. https://www.cnbcindonesia.com/news/20251208185712-4-692239/dampak-bencana-banjir-sumatra-1666-titik-infrastruktur-rusak-parah

Data Indonesia. (2025, 12 Desember). Update banjir Sumatra 12 Desember 2025: 990 korban jiwa, 157,8 ribu rumah dan 219 faskes rusak. https://dataindonesia.id/

Detik. (2025a, 16 November). Ini 3 faktor utama penyebab banjir bandang Sumatera menurut pakar. https://www.detik.com/sulsel/berita/d-8236191/ini-3-faktor-utama-penyebab-banjir-bandang-sumatera-menurut-pakar

Detik. (2025b, 26 November). BMKG ungkap penyebab cuaca ekstrem di Sumut-Aceh. https://www.detik.com/sumut/berita/d-8229262/bmkg-ungkap-penyebab-cuaca-ekstrem-di-sumut-aceh

Detik. (2025c, 12 Desember). Dampak banjir Sumatera: 2.058 km jalan nasional rusak, 31 jembatan putus. https://finance.detik.com/infrastruktur/d-8257003/dampak-banjir-sumatera-2-058-km-jalan-nasional-rusak-31-jembatan-putus

Kompas. (2025a, 12 Desember). Update BNPB: Korban jiwa bencana banjir Sumatera kini 995 orang. https://nasional.kompas.com/read/2025/12/12/20050801/update-bnpb-korban-jiwa-bencana-banjir-sumatera-kini-995-orang

Kompas. (2025b, 26 November). BMKG ungkap penyebab cuaca ekstrem di Sumut: Siklon tropis Senyar. https://medan.kompas.com/read/2025/11/26/171059578/bmkg-ungkap-penyebab-cuaca-ekstrem-di-sumut-siklon-tropis-senyar

Kompas. (2025c, 2 Desember). Cuaca ekstrem di Sumatera dipicu anomali siklon tropis, ini penjelasan pakar. https://lestari.kompas.com/read/2025/12/03/095414986/cuaca-ekstrem-di-sumatera-dipicu-anomali-siklon-tropis-ini-penjelasan-pakar

Media Target Kriminal Khusus. (2025, 6 Desember). Banjir bandang menerjang Aceh, Sibolga-Tapanuli. https://www.mediatargetkrimsus.com/2025/12/banjir-bandang-menerjang-aceh-sibolga.html

Mongabay. (2025, 6 Desember). Bencana Sumatera bukan faktor cuaca semata. https://mongabay.co.id/2025/12/07/bencana-sumatera-bukan-faktor-cuaca-semata/

Nugroho, A., Khakim, N., & Sukmono, A. (2019). Pengaruh IOD (Indian Ocean Dipole) terhadap bencana hidrometeorologi di Sumatera Utara periode September Oktober November (SON) 2016. Seminar Nasional Geomatika, 3, 589-596. http://semnas.big.go.id/index.php/SN/article/view/1040

Pikiran Rakyat. (2025, 30 November). ITB ungkap penyebab utama banjir besar Sumatera dari hujan ekstrem hingga kerusakan lingkungan. https://cirebon.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-049839474/itb-ungkap-penyebab-utama-banjir-besar-sumatera

Purba, R. (2025, 5 Desember). Walhi: 10 tahun deforestasi di Batang Toru tebang 5,4 juta pohon. Tempo. https://www.tempo.co/lingkungan/walhi-10-tahun-deforestasi-di-batang-toru-tebang-5-4-juta-pohon-2096765

Sindonews. (2025, 12 Desember). Bencana Sumatera, Rokhmin PDIP: Stop salahkan cuaca ekstrem, ini karena ulah manusia. https://nasional.sindonews.com/read/1654939/15/bencana-sumatera-rokhmin-pdip-stop-salahkan-cuaca-ekstrem-ini-karena-ulah-manusia

Wikipedia. (2025). Banjir dan longsor Sumatra 2025. Wikipedia bahasa Indonesia. https://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_dan_longsor_Sumatra_2025

Share this:

  • Click to share on X (Opens in new window) X
  • Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email
  • Click to print (Opens in new window) Print
Like Loading...

Selamat kepada Dr. Asep Setiawan, M.A sebagai Anggota Dewan Pers

03 Monday Apr 2023

Posted by Setiawan in Archive

≈ 1 Comment

Tags

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Selamat kepada Dr. Asep Setiawan, M.A sebagai Anggota Dewan Pers periode 2022 – 2025

 Sumber: https://umj.ac.id/pengumuman/selamat-kepada-dr-asep-setiawan-m-a-sebagai-anggota-dewan-pers/

Share this:

  • Click to share on X (Opens in new window) X
  • Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email
  • Click to print (Opens in new window) Print
Like Loading...

Fokuskan kepada apa yang bisa dikerjakan

26 Saturday May 2012

Posted by Setiawan in Archive, Archives, Blog, Inspiration, Motivation

≈ Leave a comment

Banyak orang yang saya temui selalu memperbincangkan kelemahan dirinya atau lembaganya. Kurang ini, kurang itu. Jika kita punya sesuatu seperti ini kita bisa berbuat seperti itu. Atau ya kita tidak bisa melakukan itu karena kurang orang, kurang keahlian, kurang modal dan kurang segala-galanya. Terkesan kita memperbincangkan sesuatu yang semuanya kurang, tidak ada daya dan tidak bisa berbuat sama sekali. Pantas saja kita tidak menjadi yang terbaik.

Dalam situasi seperti ini, ajaklah rekan dan teman kita untuk fokus kepada apa yang sudah dimiliki. Fokuskan kepada kekuatan yang sudah ada. Fokuskan diri kepada sesuatu yang sudah digenggam di tangan. Sesuatu yang selama ini tidak disadari keberadaannya.

Bagaimana caranya memfokuskan itu? Catatlah segala sesuatu yang menjadi kekayaan kita. Mulai dari organisasi yang baik, kalau itu di sebuah lembaga atau perusahaan. Properti yang sudah dimiliki. Sumberd daya manusia yang ada. Peralatan yang ada. Fasilitas yang sudah tersedia. Prestasi yang sudah diukir. Rancangan yang sudah dibuat. Kekompakan yang sudah ada.

Dengan memfokuskan kepada harta benda dan properti yang kita miliki, maka akan timbul perasaan bahwa kita adalah seseorang atau lembaga yang kaya. Lembaga yang solid dengan fasilitas yang sudah tersedia memenuhi minimal sebuah lembaga usaha.

Dari fasilitas dan sumber daya yang ada itulah, ajak memfokuskan apa yang bisa diperbuat SEKARANG. Bukan kita berandai-andai. Namun fokuskan kepada APA YANG BISA DIKERJAKAN SAAT INI. Dengan mengalihkan energi ke arah yang yang bisa diperbuat sekarang maka akan terasa bahwa segala kelemahan itu tampak semakin kecil. Segala kemungkinan menjadi terbuka. Kemajuan bisa dicapai. Dan masa depan juga mulai bersinar.

Fokuskan kepada apa yang kita miliki sekarang, niscaya akan terasa sekali kekuatan kita ini.

Share this:

  • Click to share on X (Opens in new window) X
  • Click to share on Facebook (Opens in new window) Facebook
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window) WhatsApp
  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window) LinkedIn
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window) Email
  • Click to print (Opens in new window) Print
Like Loading...
← Older posts

Recent Posts

  • Bencana Alam di Sumatera: Pemicu dan Solusi Berkelanjutan
  • Statecraft 3.0: AI dan Masa Depan Diplomasi
  • Perang Dagang Amerika-China 2025: Analisis Implikasi terhadap Ekonomi Asia Tenggara
  • Strategi Palestina Pasca Pengakuan Internasional
  • Perjuangan Palestina: Dari Pengakuan ke Kedaulatan Efektif

Archives

Categories

My Tweets

Pages

  • About
  • Academic Profile
  • Bahasa Inggris Diplomasi
  • Karya Jurnalistik
  • My Books
  • Pengantar Hubungan Internasional
  • Politik Luar Negeri Indonesia

Create a website or blog at WordPress.com

  • Subscribe Subscribed
    • Jurnal Asep Setiawan
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • Jurnal Asep Setiawan
    • Subscribe Subscribed
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...
 

    %d