Tugas mulia di dunia jurnalistik telah membawa saya berkeliling sejumlah negara. Profesi jurnalis telah mendorong saya terus belajar karena bertemu dengan orang-orang besar, para pemikir besar yang memperhatikan kehidupan di muka bumi. Profesi ini mempertemukan saya dengan sultan, presiden, perdana menteri, para menteri, elit di kepolisian dan TNI bahkan elit di ekonomi, sosial, budaya dan ekonomi.

Pertemuan tidak hanya terjadi secara fisik tetapi juga dalam pertarungan pemikiran ketika menuliskan pandangan mereka. Itulah mengapa seorang jurnalis adalah mereka yang senantiasa belajar tanpa henti, menggali ilmu dan memperluas wawasan karena dialah yang seharusnya memandu masyarakat dan mendayung masyarakat ke arah keselamatan.

Salah satu cara menggali ilmu yang cepat adalah bertanya dan berbicara kepada para pakar di bidangnya. Pertanyaan yang tepat akan membawa kita kepada sebuah pandangan baru, horison yang lebih luas untuk memahami kehidupan ini dan tentu saja kemudian mentransfernya dalam bentuk teks, audio dan video untuk di share dengan komunitas lebih luas.

Itulah mengapa tepat sekali ketika Bung Karno mengatakan bahwa profesi kewartawanan adalah bagaikan profesi guru yang membimbing, mengedukasi, mencerahkan dan menunjukkan mana sesuatu yang negatif yang harus dihindari. Kalau guru membimbing di kelas maka seorang jurnalis membawa pencerahan kepada masyarakat secara luas, secara massal. Dan di sinilah tanggung jawab seorang jurnalis, dia semestinya memiliki wawasan luas mengenai fakta dan konteksnya sehingga bisa meramu berita, laporan dan investigasi dalam sebuah laporan yang mudah dipahami, dicerna dan mengena.

Seorang jurnalis membuat sebuah laporan, tulisan, artikel atau seri lengkap mengenai sesuatu kejadian bukan didorong oleh nafsu untuk menjatuhkan seseorang, sekelompok orang atau sebuah masyarakat. Namun ia memiliki motif untuk mendudukan persoalan tersebut dalam konteks yang lebih luas dan implikasinya jika peristiwa itu berlanjut atau terhenti.

Namun karena aplikasi kerja jurnalistik ini tidak lain merupakan sebuah mosaik dari rangkaian peristiwa, maka sebuah laporan dan cerita tidak dapat dipahami secara berdiri sendiri. Hampir semua peristiwa muncul karena adanya penyebab langsung atau tidak langsung. Dan hampir semua kejadian juga akan memberikan implikasi kepada peristiwa berikutnya. Oleh karena itulah maka sebuah berita dan laporan hendaknya dipahami dan ditempatkan dalam konteks satu sekuen atau bahkan serangkaian sekuen.

Bahwa kemudian yang muncul di koran, berita online, radio dan televisi itu berupa peristiwa buruk yang menimpa kepada manusia dimanapun dia berada, usia berapapun dan profesi apapun maka ini juga menjadi sebuah pelajaran bagi setiap anggota masyarakat bahwa apa yang disebut “bad news” itu mengandung “positive news bagi siapapun yang menginterpretasikannya secara positif. ***