Tags

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa pemilik televisi Indonesia dipengaruhi atau berkepentingan dengan politik. Dua saluran televisi berita dimiliki oleh satu petinggi partai besar dan satu lagi berusaha membangun ormas yang juga mantan petinggi partai besar. Keduanya bersaing memperbutkan jabatan di partai berlambang beringin.Kini setelah satu pihak berkoalisi dengan pemerintah dan lainnya mendirikan ormas yang katanya juga akan berubah menjadi partai politik atau berkoalisi dengan parpol pada tahun 2014, maka nuansa pemberitaan menjadi sangat kentara. Satu televisi kritis dan bahkan sangat kritis terhadap lawan politiknya dan pemerintah koalisi namun di sisi lain mempromosikan ormas yang katanya akan memperbaiki demokrasi Indonesia.Demikian juga dengan televisi berita satu lagi tidak banyak menggali selama ini berita mengenai bencana lumpur di Jawa Timur karena pemiliknya juga menjadi pemilik perusahaan pertambangan. Maka kedua televisi ini dalam hal tertentu akan saling bersaing memperebutkan pengaruh untuk kepentingan para pemiliknya.Begitulah televisi berita yang membentuk opini kalangan urban dan kelas menengah perkotaan di Indonesia. Persaingan itu begitu tajam sehingga dalam perbincangan opini dan analisa baik editor, pembaca acara maupun nara sumber seperti sudah memiliki agenda setting untuk kritis dan bahkan “kritis”. Artinya ketika pemberitaan tentang pemerintah bersifat negatif maka pertimbangan editorial seperti halnya sebuah pemberitaan akan cenderung membesar-besarkannya tanpa melihat konteks.Disinilah sebenarnya tanggung jawab pemirsa televisi dan peminat pertelevisian agar lahir format informasi yang berimbang dan dapat dipertanggung jawabkan. Tidak hanya menyimpan sebuah kerangka untuk kritis apapun yang terjadi tanpa melihat konteks peristiwa.Saatnya ada semacam watchdog yang kuat untuk tidak memberikan konsumsi berita yang sepihak dan miring yang tidak hanya kurang mendidik tetapi menjadi penonton seperti orang bodoh. Bahkan pemberitaan yang cenderung propaganda partai atau pemilik media akan memerosotkan kualitas jurnalistik dalam berita televisi.Lebih-lebih lagi kekuasaan pemilik sepertinya sangat besar sehingga bisa tampil kapan saja dalam waktu yang lama untuk acara yang sudah disusunnya.Jika seandainya tampil pun maka seharusnya ada kontekanya dan apa kepentingan pemirsa televisi sehingga perlu disuguhi acara peresmian atau pengukuhan yang tak lain adalah sebuah peristiwa biasa. Pilihan mengapa ini perlu dan mengapa pemirsa harus menyaksikannya seharusnya bisa dijadikan bahan pertimbangan sehingga informasi bisa di sajikan untuk memperluas wawasan dan menjadikannya sebuah konsumsi berita yang memberikan masukan yang benar dan tidak menyesatkan.