Oleh Asep Setiawan
Pendahuluan
Untuk melihat pola hubungan strategis antara dua negara adidaya, Amerika Serikat dan Uni Soviet, maka salah satu penjelasan dapat dimulai dari sejak berakhirnya Perang Dunia II. Situasi dunia setelah PD II selesai muncu dua negara pemenang perang yang saling berebut pengaruh yakni AS dan Uni Soviet.
AS beraliran liberalisme-kapitalisme sedangkan Uni Soviet menganut komunisme-sosialisme. Dengan dua kekuatan maha besar yang semua bersatu ini kemudian saling curiga dan membentuk dua kubu, maka dunia sesudah PD II disebut-sebut sebagai era Perang Dingin.
Seperti halnya rivalitas negara-negara besar sebelum PD II, rivalitas AS dan Uni Soviet pun ditandai dengan pembentukan aliansi, penggelaran kekuatan, pencarian pengaruh dan dalam tingkat tertentu bentrokan militer.
Makalah ini ditujukan untuk menjelaskan mengapa kedua negara adidaya dalam setengah abad terakhir terlibat dalam perebutan kekuasaan dan pengaruh di muka bumi. Kemudian akan dipaparkan interaksi diantara dua adidaya ini antara 1945-1962, 1963-1978, 1979-1991 dan pasca Perang Dingin.
Penyebab Perang Dingin
Untuk melihat pola hubungan strategis antara dua superpower ini terlebih dahulu kita lihat mengapa dua negara besar ini terlibat dalam persaingan menguasai dunia. Kegley mencatat sejumlah faktor penyebab terjadinya Perang Dingin. Namun perdebatan penyebab Perang Dingin ini masih berlangsung di kalangan sejarawan untuk memastikan apa sebenarnya yang terjadi saat berakhirnya Perang Dunia II.
1. Konflik kepentingan
Menurut logika realisme politik, rivalitas diantara negara adidaya yang baru mncul tak terhindarkan lagi. Dari perspektif ini, tulis Kegley, status AS dan Uni Soviet dalam hirarki tertinggi internasional membuat mereka saling curiga.Menurut Tucker (1990), penyebab utama dari Perang Dingin adalah monopoli kekuasaan yang dipikul dua pihak setelah Perang Dunia II. Hal itu disebabkan kevakuman politik di Eropa yang pernah menjadi pusat sistem internasional. Meskipun demikian seperti ditulis Gaddis (1991) para pemimpin Uni Soviet dan AS menyatakan keinginannya untuk tetap bekerja sama setelah PD II usai. Namun dalam prakteknya karena kepentingan masing-masing untuk menyalurkan aspirasinya dalam sistem internasional menyebabkan terjadinya benturan.
2. Pertentangan Ideologi
Interpretasi lain tentang penyebab terjadinya Perang Dingin adalah karena perbedaan sistem yang dianut AS dan Uni Soviet. Menlu AS James F Byrnes menyebutkan, “terlalu banyak perbedaan ideologis antara AS dan Rusia untuk bekerja sama dalam jangka panjang.” Kemudian Presiden Dwight Eisenhower mengumumkan, AS menghadapi “ideologi bermusuhan dalam tingkat global, karaternya ateis, tujuannya tidak bisa dipercaya dan metodenya busuk.
Oleh karena itu ketidakcocokan ideologis ini mencegah terjadinya kompromi. Seperti perang agama pada masa lalu, Perang Dingin menjadi pertempuran untuk memperebutkan hati dan alam pikiran. Pertikaian itu bermula dari persepsi saling berlawanan yang disebutnya merupakan pertempuran antara baik dan buruk, yang jahat dan yang lurus.
3. Salah Persepsi
Penjelasan ketiga mengenai penyebab munculnya Perang Dingin adalah faktor-faktor psikologis, khususnya salah persepsi dari kedua belah pihak. Aliran yang menganut paham ketiga ini menilai konflik kepentingan dan ideologi merupakan penyebab sekunder. Pendukung alasan ketiga ini menunjukkan memang ada bukti-bukti adanya saling tidak percaya dalam melihat karakter masing-masing.
1. Citra Soviet
Bagi orang Soviet, alasan yang meragukan niat Amerika banyak sekali. Rakyat Uni Soviet hidup dalam memori tentang partisipasi AS dalam intervensi Sekutu atas Rusia tahun 1918-1919. Sekutu ini ingin mempertahankan dari kejatuhan terhadap Jerman tapi ternyata malah jatuh ke tangan kelompok anti Bolshevik. Sikap tidak mengakui Uni Soviet secara diplomatis sampai 1933 juga sangat mendalam dalam memori rakyat.
1. Citra AS
Sebaliknya AS juga memiliki citra tersendiri terhadap Uni Soviet. AS merasa tidak mempercayai Uni Soviet. Misalnya, Stalin menyatakan tidak adakan membubarkan mobilisasi angkatan bersenjata tahun 1946. Padahal saat itu terlibat dalam demobilisasi militer secara besar-besaran. AS juga curiga Rusia tidak berkeinginan melakukan pemilihan yang demokratis di wilayah yang telah dibebaskan dari Nazi.
1. Faktor Lain
Gambaran yang akurat tentang asal-usul Perang Dingin juga harus mempertimbangkan penyebab lain disamping konflik kepentingan, perbedaan ideologi dan citra yang berbeda.
Misalnya perlu dilihat adanya “kevakuman kekuasaan” yang mengundang terjadinya konfrontasi. Selain itu ada faktor tekanan kebijakan luar negeri dari kelompok kepentingan dan perubahan iklim politik di masing-masing masyarakat.
Periode 1945-1962
Dalam waktu singkat pernah terjadi persahabatan antara AS dan Uni Soviet. Namun kemudian muncul antagonisme antara dua negara adidaya. Ada dua karakter pada periode ini. Pertama, adanya keprihatinan akan ambisi rivalnya. Hal tersebut menimbulkan pesimisme. Kedua, AS merupakan kekuatan militer sangat kuat. AS juga memiliki kemampuan menghancurkan musuhnya dengan senjata atom. Dalam periode ini muncul hal-hal sbb;
a. Doktrin Pembendungan
Bulan Februari 1946, Stalin memberika pidato yang berbicara tentang “tak terhindarnya konflik dengan kekuatan kapitalis. Ia mendesak rakyat Soviet untuk tidak terperdaya dengan berakhirnya perang yang berarti negara bisa santai. Sebaliknya perlu mengintensifkan usaha memperkuat dan mempertahankan tanah air.
Tidak lama setelah muncul tulisan George F Kennan, diplomat di Kedubes AS di Uni Soviet, yang memaparkan tentang kefanatikan Soviet, Presiden Harry S Truman mendeklarasikan apa yang kemudian disebut Doktrin Truman. Doktrin ini menggarisbawahi strategi pembendungan politik luar negeri AS sebagai cara untuk menghambat ambisi ekspansionis Uni Soviet. Selain itu AS juga merekrut sekutu-sekutunya untuk mewujudkan tujuan itu.
b. Lingkungan Pengaruh dan Pembentukan Blok
Ketidakmampuan negara adidaya memelihara “lingkungan pengaruh” diinterpretasikan sebagai akibat dari program global kekuatan lain. Misalnya ketika Uni Soviet memasuki Eropa Timur, para pemimpin AS menilainya sebagai usaha rivalnya menaklukan dunia.
Perebutan lingkungan pengaruh diantara dua negara adidaya ini melahirkan sebuah pola yang bipolar. AS dan sekutunya merupakan satu polar sedangkan di polar (kutub) lain muncul Uni Soviet dengan sekutunya. Di Eropa muncul Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang berhadapan dengan Pakta Warsawa. Di berbagai kawasan pun muncul blok-blok yang memihak AS dan Uni Soviet sebagai salah satu konsekuensi persaingan antara dua adidaya.
Periode 1963-1978
Periode ini ditandai dengan dua hal penting yakni koeksistensi damai dan Détente (Peredaan Ketegangan).
Koeksistensi
Persaingan yang terus menerus antar dua adidaya membuat soal koeksistensi dan non koeksistensi menjadi pilihan. Dalam situasi seperti itu, menemukan cara bagaimana koeksistensi menjadi mendesak.
Detente
Hubungan Uni Soviet-AS mengalami perjalanan dramatis dengan terpilihnya Richard Nixon. Didampingi penasihat keamanannya, Henry A Kissinger, Nixon berusaha menempuh pendekatan baru terhadap Uni Soviet tahun 1969. Pendekatan itu disebut détente (peredaan ketegangan). Ternyata Uni Soviet juga mengambil pendekatan yang sama.
Sebagai sebuah strategi politik luar negeri, détente dijelaskan Kissinger sebagai upaya menciptakan “kepentingan tertentu dalam kerja sama dan pembatasan”, “sebuah lingkungan dimana kompetitor dapat meregulasi dan menghambat perbedaan diantara mereka dan akhirnya melangkah dari kompetisi menuju kerja sama”.
Periode 1979-1991
Meskipun détente sudah dipelihara secara terus menerus tapi akhirnya tidak bertahan. Akhirnya semangat détente ini memudah akhir 1970-an.
a. Hancurnya Détente
Perjalanan doktrin dekade selama satu dekade hancur diantaranya karena invasi Uni Soviet ke Afganistan. Presiden Jimmy Carter menyatakan, agresi Soviet di Afganistan mengkonfrontasi dunia dengan tantangan strategis paling serius sejak Perang Dingin dimulai. Kemudian muncul Doktrin Carter, keinginan AS untuk menggunakan kekuatan militer di Teluk Persia. Kemudian Doktrin Reagan makin mengnyahutkan era détente. Doktrin Reagan menyatakan AS mendukung pemberontakan antikomunis di Afganistan, Angola dan Nikaragua. Para pemberontak ini diberi istilah halus “pejuang kemerdekaan” (freedom fighters). AS juga berbicara tentang kemampuan nuklirnya, termasuk ancaman serangan pertama.
b. Pembaruan Dialog
Situasi mulai membaik saat Mikhail Gorbachev memikul tampuk kekuasaan di Kremlin sejak 1985. Di bawah kepemimpinan Gorbachev, Uni Soviet ditransformasikan melalui kebijakan perestroika (restrukturisasi) dan glasnost (keterbukaan). Berbeda dengan penguasa sebelumnya, Gorbachev memerintahkan tentara Uni Soviet mundur dari Afganistan. Bahkan ia berkunjung ke AS tahun 1987, makin mendekatkan dua negara adidaya dalam sebuah forum dialog. Perang Teluk 1990-1991 tidak menghanyutkan Uni Soviet kedalam perang terbuka melawan AS dan sekutunya karena Gorbachev mengambil sikap lebih netral.
Berakhirnya Perang Dingin
Reformasi yang dilancarkan Gorbachev menghapuskan ketegangan dunia. Pemulihan hubungan antar dua negara adidaya ini makin membaik. Tahun 1989, Gorbachev mengumumkan, Uni Soviet mundur dari Afganistan. Tahun 1991, ia juga memberhentikan bantuan ke Kuba.
Kudeta gagal Agustus 1991 oleh kelompok garis keras menyebabkan naiknya Boris Yeltsin. Namun reformasi yang sudah berjalan tak bisa dibendung, bahkan 14 republik yang tergabung kedalam Uni Soviet memisahkan diri dan sebagian malah menyatakan merdeka. Bubarnya Uni Soviet akhir tahun 1991 meneguhkan akhirnya Perang Dingin.
Penutup
Rivalitas antar negara adidaya atau antar negara-negara besar telah mewarnai sejarah hubungan internasional. Pasca Perang Dunia II lahir Perang Dingin. Setelah Perang Dingin pertama dan kedua, lahirlah dunia pasca Perang Dingin. Multi polaritas kemudian menggantikan bipolaritas.
Dalam dunia baru ini, kekuatan militer hanya dikuasai Amerika Serikat. Sebagai satu-satunya adidaya di dunia militer, Washington menjadi polisi dunia. Dalam perlakuan AS ke Irak, Libya dan Iran serta ke Korea Utara, AS memperlihatkan diri sebagai polisi dunia yang kadang-kadand tidak disukai oleh negara lainnya.
Namun dalam bidang ekonomi, kekuatan AS bukanlah satu-satunya. Disamping AS ada Jepang, Jerman dan Inggris. Apalagi dengan lahirnya negara ekonomi baru seperti Korea Selatan, Taiwan dan Singapura, dunia ekonomi lebih beragam.