Kudeta Thailand adalah peristiwa sangat menarik. Setelah sekitar 15 tahun Thailand berjalan menuju demokrasi, kudeta menjadi pilihan para jenderal yang tidak senang dengan situasi politik. Sejak 1920-an sudah lebih dari 50 kali kudeta berdarah atau tidak di negeri pagoda ini.
Liputan langsung memang menarik, tetapi liputan jarak jauh melalui kantor berita, televisi, internet dan media lainnya menjadi pilihan sebagian dari surat kabar.
Angle yang bisa dikembangkan tentu adalah fokus kepada para pemimpin kudeta dan mereka yang digulingkan.
Pemberitaan yang semestinya tetap disodorkan kepada para pembaca antara lain:
1. Langkah-langkah pemimpin kudeta, pernyataan dan kebijakannya.
2. Pendukung kudeta. Siapa saja, darimana saja, kesatuan militer mana, posisi di kota dan daerah.
3. Penentang kudeta: termasuk didalamnya PM Thaksin yang digulingkan, partai politik yang mendukungnya dan kalangan mahasiswa yang biasa kritis terhadap kudeta.
4. Profil pemimpin kudeta: Jenderal Sonthi ternyata seorang Muslim yang lahir dari keluarga kaya di Bangkok dan sudah lama dekat dengan Istana Kerajaan. Surat kabar The Times London menyajikan profil dia. Profil calon perdana menteri katanya ada tiga: mantan panglima militer, Gubernur Bank sentral dan Hakim di Mahkamah Agung.
5. Analisis: mengapa kudeta, dan apa konsekuensinya terhadap Thailand. Lalu apa pengaruhnya terhadap kawasan. Salah satunya: Birma senang dengan kudeta dan memiliki alasan melanjutkan kekuasaannya. Sikap ASEAN juga akan sulit tetapi tetap menarik. Dukungan Raja juga menarik untuk disajikan.