Saya teringat sebuah penjelasan dari seorang wartawan senior Kompas bahwa ketika menulis berita kita melihatnya sebagai sebuah sekuen. Peristiwa tidak muncul begitu saja. Ada latar belakangnya dan ada pula akibatnya.
Jadi sebuah event tidak berdiri sendiri. Itulah prinsip penting dalam penulisan berita. Kita datang ke sebuah peristiwa apakah itu perang di Lebanon atau datang ke acara peresmian pabrik pupuk, tentu ada peristiwa yang mendahuluinya.
Itulah yang perlu diketahui ketika terjun kedalam liputan. Saya baru mendengar bahwa kasus Mantan Presiden Suharto bisa dilanjutkan karena pembatalan sebelumnya tidak sah. ah tentu perlu diketahui mengapa kasus ini masih muncul. Mengapa dulu dibatalkan penyidanganya ? Itulah yang akan menjadi bagian dari berita dan liputan.
Jurnalis di lapangan perlu tahu kasus apa saja yang diajukan. Sumber informasi bisa datang dari arsip media, bertanya kepada pakar atau dari para pengacara terdakwa. Setidaknya dalam penulisan akan terasa tidak ada rasa ragu-ragu. Perspektif akan lebih luas dibandingkan jurnalis yang tidak punya background.
Demikian pula perlu diantisipasi apa yang akan terjadi kemudian. Pemikiran pertama tentu reaksi dari tim pengacara Soeharto
Oleh sebab itulah sebuah berita merupakan mosaik. Dia adalah bagian dari sebuah gambar besar. Kejadian yang kita liputa dalam satu hari tertentu merupakan sekuens atau urutan dari sebuah peristiwa.
Saya pikir pertanyaannya adl hingga sejauh mana jurnalis lapangan melakukan pematangan perspektifnya. Artinya, apakah bias akibat tendensi berita menjadi opini tidak menjadi issue di sini?
Sejauh mana perspektif analisa atas perisitiwa tidak menjadi opini tendensius?
🙂
Pada akhirnya yang menentukan bias dan tidak adalah pembacanya. Sebagai seorang manusia, jurnalis juga bisa terjebak kedalam analisa yang salah, opini yang keliru. Namun pembaca akan menjadi hakimnya, bila dianggap tidak bermutu dia akan ditinggalkan. Untuk membedakan rubrik analisa dan opini, biasanya media seperti koran menempatkan pada halaman tertentu. Tajuk rencana adalah opini. Sedangkan berita ada more or less faktual.
Dalam pemberitaan tidak ada fakta yang ada hanya perspektif sang pencari berita dengan menggunakan isi dari sang narasumber. Akurat tidaknya berita tergantung dari isi yang benar-benar menggambarkan 5 w + H