Salah satu cara mendapatkan berita yang eksklusif dan penting adalah dengan wawancara. Wartawan akan dituntut wawancara dalam liputan di lapangan. Wawancara bisa berlangsung dengan orang biasa di pinggir jalan atau sejumlah kalangan yang memiliki jabatan. Keduanya sangat menentukan dalam membuat laporan akhir.

Khusus untuk wawancara nara sumber penting ada sejumlah etika yang perlu diingat.

1. Nara sumber adalah penting dan didudukkan sebagai seorang yang terhormat. Meskipun di pandangan wartawan barangkali ada kelemahan dari segi latar belakang, tindakan atau pandangannya namun tetap menempatkan mereka sebagai orang yang terhormat dan layak untuk didengar pendapatnya. Salah satu “penyakit” kalau boleh dikatakan seperti itu adalah arogansi wartawan sendiri dalam menghadapi nara sumber yang dipandangnya tidak intelek tetapi memiliki posisi penting dalam pemberitaan sehingga pengejaran nara sumber menjadi lemah karena selera sang wartawan yang tiadk cocok dengan sang nara sumber. Karena penting maka berusaha untuk mendapatkannya meskipun menunggu berjam-jam atau beberapa hari karena memegang kunci dalam keseluruhan laporan.

2. Sebaliknya seorang jurnalis juga seharusnya profesional tatkala menemui nara sumber. Dirinya ditempatkan sebagai bagian dari kelompok intelektual yang berusaha memaparkan sebuah informasi yang bermanfaat untuk masyarakat. Wawancara memang satu dan terbatas namun akan dirangkaikan dengan latar belakang dan mosaik berita lainnya maka akan menjadi utuh gambaran sebuah masalah atau gambaran nara sumber. Sikap profesional ini penting sehingga rangkaian pertanyaan disiapkan, riset dilakukan dan juga saat menemuinya tentu berusaha untuk meminta ijin waktu. Kalau perlu jika nara sumber sibuk dibuat janji berapa jam lagi akan menemuinya.

3. Selain keuletan mencari nara sumber, ajudan, asisten, sopir dan pembantu nara sumber kadang-kadang penting untuk menjalin kontak dengan majikannya. Mereka adalah corong dari nara sumber sehingga perlu menjalin hubungan baik dengan mereka. Kadang-kadang janji dengan menteri, gubernur, bupati atau bahkan walikota perlu memakan waktu lama.

4. Tidak lupa mengucapkan terima kasih meski mungkin mendapatkan sedikit berita dan informasi. Sikap profesional seperti ini berguna untuk masa mendatang apabila akan menjalin hubungan lagi seandainya nara sumber karirnya naik misalnya di bidang kepolisian atau departemen.

5. Dalam banyak hal menjalin janji dengan nara sumber penting harus tetap stand by apakah selesai rapat atau selesai acara keluarga. Sikap stand by merupakan sebuah tindakan profesional dengan karena ini merupakan bagian dari tugas jurnalistiknya. Seseorang yang sembrono dengan meninggalkan nara sumber penting dengan alasan malas menunggu atau nara sumber dianggapnya arogan akan menjadi kebiasaan buruk yang menghambat karir jurnalistiknya. Kadangkala seorang menteri atau pengusaha begitu sibuknya sehingga di menit terakhir membatalkan janji wawancara. Sikap menghadapi situasi tidak menentu di lapangan akan dikaji dalam tulisan lainnya.