Salah satu liputan di lapangan yang penting adalah wawancara nara sumber utama. Setiap peristiwa ada pelaku utamanya dan inilah yang menjadi sasaran semua jurnalis mengejarnya. Dari peristiwa olahraga, ekonomi, hiburan sampai politik, senantiasa muncul aktor-aktor utama yang menjadi bahan berita.

Mengejar mereka merupakan salah satu tantangan bagi para wartawan terutama mereka yang masih muda. Menjajal akses kepada nara sumber dengan berbagai pintu memiliki teknik sendiri.

Dalam kasus ketika saya meliput perkembangan Malaysia sesudah Anwar Ibrahim ditahan tahun 1998, nara sumber utamanya adalah Wan Azizah Wan Ismail. Dialah yang dianggap pengganti Anwar dan sekaligus motor penggerak reformasi.

Perhatian dunia teruju kepada seorang ibu yang sebelumnya tidak pernah berkecimpung langsung dalam dunia politik. Menemui Wan Azizah ternyata tidak sesulit menemui Anwar Ibrahim. Setelah mendapatkan ijin ke rumahnya, tentu dengan cara tersendiri karena adanya polisi pakaian preman yang menahan orang yang mendekati rumah Wan Azizah.

Saya datang tidak langsung menuju rumahnya di daerah Damansara tetapi memantau situasi dahulu. Dari restoran dekat kediaman Wan Azizah terlihat polisi berseragam berjaga-jaga dan menghalau sejumlah orang yang diduga pendukung Anwar.

Saya berusaha tidak mencolok datang sehingga bisa mendekati rumah dan langsung masuk kedalam mengetuk pintunya. Setelah konsultasi dengan seorang kerabatnya maka saya dijanjikan wawancara dengan Wan Azizah.

Berikut ini hasil wawancara yang dimuat di Kompas berkisar pendangan pribadinya mengenai berbagai masalah politik. Sebenarnya isi wawancara lebih panjang dari yang diberitakan. Keterbatasan space di surat kabar mengharuskan saya meletakkan hal-hal penting untuk pembaca dibandingkan yang lainnya.

WAWANCARA DENGAN WAN AZIZAH: 

 SAYA KAWIN DENGAN SEORANG PEJUANG 

    Penangkapan Anwar Ibrahim tidak menghentikan gerakan reformasi  di  Malaysia yang kini mendapat dukungan dari pelbagai lapisan  masyarakat.  Komando gerakan reformasi kini di tangan Dr Wan Azizah Wan Ismail  (46), istri Anwar Ibrahim. Ia mengaku, tak gentar menghadapi bagai  intangan. Ia siap berjuang, karena ia sadar sejak semula kawin  dengan seorang pejuang.     “Insya Allah gerakan reformasi akan berhasil, karena didukung  terutama oleh lapisan masyarakat bawah, yang terdiri dari berbagai  kaum. Baik Melayu, Cina, maupun India. Rakyat Malaysia juga yakin  akan  bersikap teguh dalam memperjuangkan keadilan di negerinya,” ujarnya  dalam wawancara khusus dengan wartawan Kompas, Asep Setiawan di  kediamannya Jalan Setia Murni I No 8 Bukit Damansara,Kuala Lumpur.     Datin Wan Azizah, yang tampil berpakaian motif bunga berwarna kuning cerah dengan kerudung polos warna kuning emas, tidak bisa  lagi  menerima para pendukungnya seperti biasa. Ia dan rumahnya diawasi  polisi selama 24 jam. Bahkan hampir setiap hari ada helikopter polisi  yang mengawasi dari udara.     Namun demikian, semangat reformasi di negara yang berpenduduk 22  juta jiwa itu sudah menjalar ke berbagai pelosok. Sejak Anwar dipecat  2 September kemudian ditahan 20 September lalu, Wan Azizah menjadi fokus harapan. Berikut ini petikan wawancaranya.  

Wan Azizah Anwar

    Apakah Datin (Ibu -Red) Wan Azizah yakin gerakan reformasi di Malaysia akan berhasil?  

    Insya Allah. Sebab apa? Allah akan menolong orang dalam  kebenaran. Orang yang menuntut hak itu, akan ditolong Allah, tetapi mestilah  diberikan satu ujian, untuk menguji bagaimana kita menangani masalah  ini dengan ketaqwaan kepada Allah SWT, dengan iman dan amal kita. Saya merasa ini suatu hikmah. Musibah yang berlaku atas suami saya dan keluarga telah mendekatkan kami kepada Allah SWT.  

    Apakah Anda siap melanjutkan gerakan reformasi, Datin ?     Ya, saya akan memikul amanah apa yang Abang (Anwar) katakan.  Saya percaya pada perjuangannya, sebab itulah kita menikah dulu. Saya menikah bukan dengan seorang menteri, saya kawin dengan seorang pejuang. Saya membela kebenaran, dan itu akan menjadi kekuatan untuk mengatasi  masalah ini. Selama ini Anwar berjuang di dalam pemerintahan, mengikuti peraturan, dan konsensus. Akan tetapi, ia memohon maaf ketika dalam pemerintahan, ia tak berdaya membetulkan apa yang dianggapnya tidak benar. Akan tetapi, itulah harga yang harus dibayarnya, pemecatan dirinya. Ia tidak  hanya  dicopot dari jabatannya, tetapi juga diaibkan tanpa pengadilan.     Bagaimana Datin melihat tanggapan masyarakat terhadap gerakan  reformasi ?     Alhamdulillah, saya bersyukur kepada Allah SWT, karena penyokong- penyokong bukannya dari kalangan orang berkepentingan dan berpangkat  tinggi, melainkan dari orang biasa, yang tidak kami kenal dan tidak pernah masuk aliran politik. Mereka melihat kasus Anwar dianiaya, mereka sendiri terpanggil, datang untuk menyuarakan protes atas keadaan ini.  

    PM Mahathir Mohamad menuduh demonstrasi, misalnya di Masjid Negara, itu membuat kekacauan? Bagaimana komentar Datin?   

    Sebenarnya bukan membawa kekacauan, melainkan hanya menyuarakan  suara hati tentang terjadinya ketidakadilan. Di mana-mana akan  terdengar suara protes. Orang tidak mempunyai saluran untuk  mengutarakan ketidakpuasannya terhadap ketidakadilan yang terjadi. Kalau saja orang nomor dua di negeri ini diperlakukan secara begitu, lalu bagaimana nasib orang biasa?  

    Apakah harapan Datin terhadap pengadilan Anwar nanti ?      Saya berharap sekali Pak Anwar, Insya Allah, diberikan pengadilan yang seadil-adilnya, sidang pengadilan yang terbuka, dengan  pengacara- pengacara yang kami pilih dan hakim independen.  Pengacara kami belum bisa bertemu Pak Anwar walaupun berulangkali memohon tetapi tidak diberikan izin berjumpa. Mana buktinya kalau Pak Anwar berbuat aib. Tidak ada. Yang ada  hanya kesaksian dua orang yang diambil polisi. Keluarga dan  pengacara  tidak diberi kesempatan bertemu kliennya. Mereka juga tidak diberi kesempatan untuk tahu kapan masa persidangannya. Ketika mereka tahu sudah hampir selesai, lalu diberi hukuman saja.    

Ketika Datuk Anwar dikatakan tidak bermoral bagaimana perasaan  Datin ?

     Oh, saya tidak percaya sama sekali. Setelah saya menikahinya, saya mengetahui ia orang yang selalu bersembahyang, selalu pulang rumah,  family man. Kalau pergi berlibur, membawa kami semua sekeluarga, anak  kami keenamnya ikut. Ibu bapaknya juga ikut kami. Dia selalu memberitahu  anak-anaknya, dia orang yang bertanggung jawab, dia orang yang  lembut kasih kepada diri saya. Jadi saya tidak memiliki alasan untuk menuduh dia berlaku durjana.  

    Bagaimana perasaan anak-anak ?  

    Memang anak-anak sedih karena ayahnya diaibkan. Mereka tahu  ayahnya tak bersalah. Mereka juga sedih tidak dapat jumpa ayahnya – buah  hati pernikahan Anwar-Wan Azizah tahun 1980 itu adalah Nurul Azizah (18), Nurul Nuha Anwar (14), Muhammad Ihsan (13), Nurul Ilham (11), Nurul Iman (8) dan Nurul Hana (6).*  

Sumber:KOMPAS, Selasa, 29-09-1998